LIBUR Lebaran 1446 H telah usai. Para perantau yang berbondong-bondong pulang kampung di akhir Ramadan lalu, sudah kembali ke daerah perantauan masing-masing.
Mereka yang telah kembali ke daerah perantauan diyakini membawa cerita suka dan duka selama menjalani libur lebaran di Ranah Minang. Itu adalah hal biasa, setiap ada perjalanan pasti ada cerita. Cerita itu kadang diunggah di media sosial.
Tak hanya perantau yang punya cerita, masyarakat Sumbar-pun ada cerita pahit-manis selama lebaran. Salah satu di antaranya adalah soal kemacetan lalu lintas.
Sebetulnya macet adalah cerita lama yang diupdate setiap lebaran. Artinya, kemacetan di ranah ini sudah berlangsung sejak lama.
Sangat disadari, macet terjadi ketika jumlah kendaraan tidak sebanding dengan jalan yang ada. Agaknya kendaraan yang masuk ke Sumbar selama lebaran kemarin ribuan jumlahnya. Mereka dibawa perantau yang pulang kampung dari berbagai kawasan di Indonesia, seperti dari Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Sumatera Utara, Pulau Jawa dan bahkan ada rombongan yang datang dari Sulawesi Selatan.
Pertanyaannya, adakah Pemerintah Provinsi Sumbar, kabupaten/kota mengevaluasi kondisi demikian pasca lebaran? Kalau ada evaluasi, tentu ada solusi. Apa solusi untuk lebaran tahun depan?
Melihat titik macet pada lebaran kemarin, banyak terjadi di wilayah utara Sumbar, mulai dari kawasan Lembah Anai-Padang Panjang-Bukittinggi-Payakumbuh/Limapuluh Kota hingga Kelok Sembilan. Bagaimana dengan jalan tol Padang-Sicincin? Jalur ini memang mampu sedikit mengurai kemacetan yang biasa terjadi di kawasan Lubuk Alung dan Kapalo Hilalang, namun saat-saat tertentu justru terjadi kemacetan di exit tol Sicincin, Tarok City.
Selain macet, cerita para pemudik ke Sumbar adalah soal getok parkir dan harga kuliner. Masih seperti lebaran-lebaran sebelumnya, ada di antara tukang parkir yang menerapkan tarif parkir seenaknya. Begitu juga makanan dan minuman, terkadang ada yang terkesan mahal.
Perlu diingat, Sumbar adalah destinasi wisata di Indonesia. Setidaknya, masyarakat provinsi tetangga banyak yang berlibur ke daerah ini. Tak hanya di masa lebaran, tapi juga di akhir minggu. Sebagai destinasi wisata, Sumbar sudah perlu mengevaluasi soal layanan kepada wisatawan. Mulai dari prasarana jalan, parkir hingga harga dan pelayanan di tempat-tempat makan.
Jika tidak ingin kekecewaan pengunjung menghiasi media sosial, maka Sumbar harus memperbaiki diri. Perbaiki prasarana dan sarana pendukung pariwisata. Ingat, para pemudik juga wisatawan.
Khusus pemerintah kabupaten/kota, sudah saatnya membuat standar harga makanan di rumah makan, lapau nasi atau warung makan, agar tidak ada lagi komplain dari para tamu. Ingat, orang sekarang tidak akan pernah menyampaikan keluhan kepada pemilik rumah makan, jika merasa kecewa, tapi menyampaikan lewat media sosial. (Sawir Pribadi)