DALAM minggu ini publik dihebohkan oleh temuan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman dalam salah satu kegiatan inspeksi mendadak (sidak) di Jakarta. Minyak goreng ekonomis untuk masyarakat disunat takarannya.
Kemasan yang seharusnya 1 liter justru hanya berisi 750 hingga 800 mililiter. Setiap satu kemasan ada kekurangan seperempat liter atau 250 mililiter.
Dalam hitungan menit setelah sidak tersebut, temuan itu langsung viral. Masyarakat sangat dirugikan. Bahkan hingga hari ini masih jadi trending topik di tengah masyarakat.
Kenapa tidak, minyak goreng adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat. Jarang ada penduduk negeri ini yang tidak memasak pakai minyak goreng, sekalipun kaum vegetarian.
Dalam persoalan ini, masyarakat selaku konsumen benar-benar ditipu massal dan dirugikan oleh produsen atau pihak tertentu yang sengaja mengurangi takaran. Bayangkan, setiap membeli satu liter minyak goreng merek Minyakita, mereka dirugikan seperempat liter. Hitunglah kerugian materi yang diderita setiap konsumen.
Andaikan penyunatan takaran pada Minyakita sudah berlangsung berbulan-bulan atau bertahun-tahun, sudah berapa banyak uang konsumen yang dikorup oleh pihak-pihak tertentu. Bayangkan, setiap liter hilang seperempatnya.
Jika harga sesuai harga eceran tertinggi (HET) Rp 15.700/liter, maka 250 mililiter-nya sama dengan Rp 3.925. Sebesar itulah kerugian konsumen setiap membeli satu liter Minyakita. Lalu, seumpama selama ini setiap konsumen sudah membeli rata-rata 50 liter saja, maka setiap konsumen rugi Rp 196.250.
Itu baru satu konsumen. Hitunglah berapa jumlah konsumen Minyakita di Indonesia atau katakanlah berapa liter yang diproduksi oleh produsennya. Hitunglah kerugian masyarakat, jika rata-rata konsumen sudah membeli 100 liter, 200 liter dan seterusnya.
Agaknya miliaran! Itu adalah kerugian masarakat kecil, masyarakat yang berjemur matahari dan bermandikan keringat setiap hari. Masyarakat yang berjualan gorengan, pecel lele dan sebagainya. Teganya pihak yang mengurangi takaran minyak goreng dimaksud.
Kita mengapresiasi Bareskrim Polri yang telah mengusut kasus ini. Mudah-mudahan saja semua yang terlibat mendapatkan sanksi sebagaimana hukum yang berlaku di negara ini.
Mengacu kepada pengusutan oleh aparat kepolisian, perbuatan tukang sunat takaran Minyakita itu melanggar Pasal 113 jo Pasal 57 undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan Pasal 62 ayat 1 jo Pasal 8 ayat 1 undang-undang Nomor 899 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 120 ayat 1 dengan ancaman pidana paling lama 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2 miliar hingga Rp 3 miliar.
Sejurus langkah yang telah diambil Polri tersebut, kita juga mendorong pihak Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) atau organisasi sejenis untuk mengawal kasusnya. Begitu juga dengan anggota dewan yang merupakan wakil rakyat seantero republik ini. Setidaknya kita menuntut pertanggungjawaban dari tukang sunat takaran Minyakita dimaksud. Selain pertanggungjawaban secara hukum, kita berharap adanya tanggung jawab berupa kompensasi atas kerugian konsumen.
Mudah-mudahan dengan adanya kasus ini akan menjadi efek jera bagi produsen dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Ingat, masyarakat kita sudah lelah lahir dan batin, jangan lagi dizalimi. (Sawir Pribadi)