DALAM beberapa hari terakhir, Indonesia disentakkan dengan adanya laut yang dipagar di daerah Tangerang. Berselang beberapa hari muncul pula di Bekasi. Tak tanggung-tanggung, panjang pagar di Tangerang mencapai 30 km lebih, sedangkan di Bekasi sepanjang 8 km.
Yang mengherankan, hingga sekarang belum diketahui siapa yang memagar laut itu dan apa tujuannya. Semua boleh dikatakan tutup mulut dan memicingkan mata. Tak ada yang mengaku, baik sebagai pekerja, pelaksana maupun sebagai penyandang dana dari pagar sepanjang itu.
Kita meyakini, untuk membuat pagar sepanjang puluhan kilometer dimaksud butuh biaya yang tidak sedikit. Bambu musti dibeli, diangkut pakai truk atau kontainer hingga sampai di tujuan, lalu dibongkar, diangkut ke tengah laut, dikerjakan oleh manusia yang tidak mungkin perai saja. Sebab, para pekerja itu butuh hidup, butuh makan dan anak-anak mereka juga demikian.
Itu baru satu jenis material. Belum lagi material pendukung lainnya seperti kayu, paku dan lain sebagainya. Untuk memagar rumah sepanjang 5 meter saja banyak juga biayanya, apalagi hingga 30 meter, di dalam laut pula lagi.
Lalu, kenapa tidak ada yang bersuara? Sampai di sini agaknya sebagian masyarakat mulai paham. Setidaknya mereka mulai menduga-duga ada ‘pohon’ besar ‘berpenghuni’ di sekitar laut tersebut yang musti dipagar. Atau mungkin juga ada yang ingin hidupnya tidak terganggu oleh nelayan dan sebagainya. Untuk kepastian ini tentu perlu penyelidikan.
Nelayan? Tidak mungkin mereka mampu memagar laut sepanjang itu. Sebab, pagar dimaksud menjadi penghalang bagi mereka untuk menangkap ikan. Lalu siapa?
Terlepas dari siapa yang punya kepentingan atas pembangunan pagar bambu di laut Tangerang dan Bekasi itu, perlu dipahami bahwa laut bukanlah rumah pribadi. Laut bukanlah milik perorangan yang seenaknya bisa dipagar-pagar.
Laut adalah milik bersama, sebagaimana tercantum kokoh pada Pasal 33 ayat (2) dan (3) Pembukaan UUD 1945. Dalam ayat (2) berbunyi : "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara". Sedangkan ayat (3) berbunyi, "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat".
Jadi jelas bagi kita bahwa laut bukanlah milik pribadi atau kelompok yang bisa dikapling-kapling semaunya. Laut merupakan pekarangan ‘rumah’ milik rakyat Indonesia yang hanya bisa dipergunakan untuk kesejahteraan bersama pula.
Oleh karena itu, kita mendukung sikap tegas dari Presiden Prabowo yang minta diusut siapa orang yang telah melakukan pemagaran di laut tersebut. Ini sekaligus sebagai pelajaran bagi kita bersama, bahwa jangan sekali-kali berperilaku semaunya saja terhadap bumi dan air di Indonesia Ini. (Sawir Pribadi)