JADWAL pemungutan suara pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024 semakin dekat. Jika dihitung hari per hari, maka tinggal 52 hari lagi.
Menjelang masa pemungutan suara, sebagaimana tahapan Pilkada yang tertuang dalam PKPU nomor 2 Tahun 2024, maka saat ini tengah berlangsung kampanye para calon kepala daerah. Masa kampanye tersebut telah dimulai sejak 25 September lalu hingga 23 November 2024.
Tahapan kampanye adalah masa-masa para pasangan calon kepala daerah ‘menjual’ program masing-masing kepada masyarakat. Artinya juga, itulah masa interaksi langsung antara pasangan calon dengan masyarakat sebagai calon pemilih.
Bicara kampanye, adalah hal yang sudah turun temurun dilakukan di negeri ini. Di masa Orde Baru juga ada kampanye dan yang sekarang pun tak jauh beda dengan itu. Para calon kepala daerah atau tim yang ditunjuk melakukan sesuatu hal yang ujung-ujungnya agar masyarakat mau memilih sang calon di hari pemungutan suara nantinya.
Jika dilihat kampanye Pilkada 2024 ini, para calon kepala daerah maupun calon wakilnya juga melakukan itu. Ada yang berhadapan langsung dengan masyarakat banyak, melalui organisasi maupun melalui tokoh-tokoh masyarakat yang dinilai berpengaruh.
Lalu, apa saja yang dilakukan oleh para calon maupun tim yang dipercaya itu saat berhadapan dengan calon pemilih? Seperti disebutkan di atas, intinya adalah merayu agar masyarakat memilih yang bersangkutan pada masa pemungutan suara. Namanya saja merayu, biasanya ‘lunak gigi daripada lidah’.
Pernah melihat sales berhadapan dengan calon konsumen? Kira-kira identik dengan itu. Barang yang dipromosikannya pasti paling bagus, tak ada lawan. Senyum keramahan mengiringi mereka menawarkan produk yang mereka bawa.
Kampanye bisa juga laksana orang berpacaran. Satu pihak sang calon seumpama laki-laki dan masyarakat ibarat ceweknya. Biasanya orang jatuh cinta, rayuannya kadang tidak logis dan juga ada yang tidak etis, seperti tingginya gunung akan didaki, dalamnya samudera akan direnangi dan seterusnya.
Tak ada larangan untuk menggombal atau memakai kata-kata hiperbola saat kampanye. Namun yang perlu diingat, rakyat kita sudah banyak yang bosan dengan kampanye-kampanye demikian. Masyarakat kita inginnya yang logis atau masuk akal saja. Inginnya yang akan bisa direalisasikan, bukan sekadar janji-janji manis.
Satu hal lagi, khusus bagi pasangan calon yang telah pernah menjadi kepala daerah, janganlah ‘menjual’ program yang seharusnya telah dilakukan semasa menjabat sebelumnya. Jika itu masih disampaikan juga dalam kampanye sekarang, masyarakat akan menilai itu sebagai produk kadaluwarsa.
Oleh arena itu, wahai para calon kepala daerah dan pasangannya, berkampanyelah secara logis. Yang tidak mungkin direalisasikan, jangan ditawarkan juga kepada masyarakat. Ukurlah bayang-bayang sepanjang badan. Ingatlah kemampuan APBD dan dana-dana lain yang bisa dimanfaatkan. Pahami juga kondisi geografis daerah tempat berkampanye.
Dengan kampanye secara logis, mudah-mudahan masyarakat bisa mencernanya dan tidak membosankan. Jangan sampai ada ucapan dari masyarakat “janji kemarin belum ditunaikan, sekarang janji pula satu lagi”. (Sawir Pribadi)