Faktual dan Berintegritas


PEMILIHAN kepala daerah (Pilkada) serentak 2024 saat ini sudah berada pada tahapan kampanye. Ini sekaligus menandakan masa pemungutan suara semakin dekat. Jika tidak salah hitung, tinggal 60 hari lagi dengan hari ini.

Memanfaatkan masa kampanye sekitar satu bulan ke depan, para calon kepala daerah, baik calon gubernur dan wakilnya maupun pasangan calon bupati dan pasangan walikota telah mengatur segala strategi demi memenangkan kontestasi. Ada yang turun menemui kelompok-kelompok masyarakat, organisasi maupun para tokoh masyarakat.  Selain itu sesuai kemajuan teknologi ada pula yang memanfaatkan influencer melalui akun-akun media sosial dan lain sebagainya.

Secara umum, nyaris tak beda dengan cara-cara kampanye pilkada lima tahun lalu, yang dibawa oleh para calon atau tim pemenangannya adalah janji. Janjinya tentu yang manis-manis, yang bagus-bagus saja. Takkan pernah ada yang menjanjikan empedu kepada masyarakat, selalu madu.

Layaknya seperti orang pacaran, berbagai rayuan dilancarkan asal tujuan tercapai. Tingginya gunung akan didaki, dalamnya samudera akan direnangi. Gombal!

Bercermin kampanye-kampanye pada pilkada sebelumnya, hal gombal demikian masih saja terjadi. Jika terpilih nantinya akan mensejahterakan masyarakat. Ini gratis, itu tak membayar. Ada yang berjanji mau memangun ini, membangun itu. Apakah sudah diukur bayang-bayang sepanjang badan? Apakah ada kemampuan, terutama kemampuan keuangan. Jika kail Panjang sejengkal, janganlah laut hendak dihadang.

Sekadar contoh saja, dulu ada calon kepala daerah yang mau menggratiskan bus kota kepada lansia, memberikan santunan dengan nilai tertentu kepada keluarga yang meninggal dunia dan lain sebagainya. Apakah ini terealisasi? Jika tidak, itu juga gombal namanya.

Sekali lagi itu hanya contoh sederhana, dan ini bisa saja terjadi pada kampanye pilkada saat ini. Namanya saja orang memiliki keinginan besar, tentu segala cara dihalalkan. Menggombali masyarakat adalah taktik paling jitu. Benarkah?

Sebaiknya jangan! Berhenti menggombali masyarakat. Karena masyarakat kita muak dengan janji-janji. Lagian, masyarakat kita hari ini sudah semakin kritis. Mereka pintar menyimpan jejak digital. Apa yang terjadi sejak awal pemerintahan akan masuk dalam memori penyimpanan masyarakat. Tak didukung oleh memori internal, memory eksternal bisa menyimpannya. Begitulah.

Justru itu, diharapkan kepada para pasangan calon kepala daerah yang tengah berkampanye, lakukanlah pendekatan kepada masyarakat dengan real, apa adanya. Tarik simpati mereka tanpa janji, apalagi gombal. Tak usahlah berjanji terlalu tinggi. Karena dalam agama yang kita yakini, janji adalah utang. Tak tertunaikan di dunia, di akhirat harus dibayarkan. Jangan terhalang amalan lain, karena ulah kegombalan untuk mencapai kursi kepala daerah. Ingat, jabatan hanyalah kenikmatan dunia sesaat.

Semoga semua pasangan calon kepala daerah di negeri ini menyadari hal itu dan cerdas dalam mendidik demokrasi kepada masyarakat tanpa janji-janji gombal. Semoga! (*)

 
Top