Kesibukan pedagang di pasar Lok Baintan |
BANJARMASIN -- Cerita tentang pasar terapung selama ini hanya bisa didengar dan dibaca dari jauh. Dulu salah satu televisi swasta nasional punya ikon suasana pasar dimaksud. Bagaimana pola transaksinya tidak banyak yang tahu.
Pasar terapung yang dimaksud terletak di Sungai Martapura, Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Menuju pasar itu naik klotok atau kapal motor dari kawasan Tugu Pandang. Dari dermaga itu dibutuhkan waktu sekitar 1 jam arah ke hulu Sungai Martapura.
Aktivitas pasar yang terletak di Lok Baintan itu hanya dari pukul 06.00 WITA hingga 09.00 WITA. Karena itu, jika mau ke pasar tersebut harus berangkat pagi-pagi benar, sekitar selepas subuhlah. Subuh di Banjarmasin saat ini pukul 05.15 WITA, artinya sekitar setengah 6 sudah harus berangkat. Tapi agar terhindar dari sengatan matahari yang lebih tajam sebaiknya shalat Subuh di dekat dermaga saja.
Pagi itu, Rabu (21/8) sebuah klotok yang dinakhodai Bahrudin membelah Sungai Martapura yang sedikit keruh. Katanya kedalaman sungai bisa mencapai 30 meter pada bagian tengah. Sedangkan pinggirannya rata-rata 2 meter.
Di pinggir kiri kanan sungai terlihat warga beraktivitas, seperti mandi dan mencuci. Juga terlihat sebagian tengah memasak dan lain sebagainya. Mereka tidak hirau dengan siapa yang lewat di tengah sungai.
Kapal motor itu terus membelah sungai. Dari ufuk timur terlihat matahari mulai menampakkan diri dengan malu-malu. Gumpalan awan hitam laksana perisai sang surya di pagi itu.
Klotok terus membelah sungai. Enceng gondok yang mendesak ke tengah sungai bukan halangan. Ia laksana kiambang penghias kolam.
Sekitar satu jam berlayar, sampailah di lokasi yang dituju. Pasar Terapung Lok Intan namanya. Bahrudin sebagai juru mudi tunggal mulai menurunkan kecepatan hingga berhenti di tengah sungai.
Baru saja klotok atau kapal motor berhenti, puluhan perahu yang rata-rata diisi perempuan langsung menyerbu. Mereka menjajakan dagangan. Macam-macam jenis dagangan mereka mulai dari buah-buahan, sayuran, aneka sarapan pagi lengkap dengan kopi panas dan aneka kue dan makanan ringan. Ada pula yang menawarkan pakaian serta peci.
"Sarapan Pak..."
"Buah-buahan, Pak, limau, Pak!"
"Beli dong Pak, ulum (saya) belum. "Ayo Pak!"
"Dicoba Pak..."
Banyak lagi kalimat yang keluar dari mulut mereka. Pada intinya begitulah kegigihan mereka menawarkan dagangan. Bahkan mereka tanpa berpikir panjang, mau menggratiskan beberapa di antara dagangan.
Tak hanya dari perahu, sebagian pedagang ada yang naik ke klotok. Perahu yang oleng akibat mereka melompat ke klotok sudah biasa. Malah katanya ada yang sampai terbalik dan dagangan mereka berserakan di permukaan sungai.
"Kita sudah biasa begini dari pukul enam pagi sampai pukul sembilan," kata seorang pedagang mengaku bernama Nurul.
Aktivitas demikian sudah mendarah daging sejak lama. Dengan berjualan di tengah sungai itulah dia menghidupi keluarganya.
Lalu, para suami di mana? "Dia (suami) jadi 'menteri pertanian' dan kami-kami ini 'menteri perdagangan'," kata Nurul
Artinya para suami perempuan-perempuan pedagang itu memiliki aktivitas di sawah atau ladang. Sedangkan mereka, para istri berjualan di tengah sungai Martapura.
Selain gigih, ibu-ibu para pedagang tersebut sangat pintar menawarkan dagangan. Bahkan piawai memainkan pantun.
Bagaimana harga dagangan yang dijual di pasar terapung itu? Wow sangat manenggang dan bahkan lebih murah. Bayangkan, jeruk manis satu kantong yang isinya 9 buah dengan berat sekitar 1,5 kg hanya dijual Rp 10 ribu. Kue dadar gulung 3 buah Rp 5 ribu, kopi 1 cup Rp 5 ribu dan lainnya serba murah.
Pengunjung lupa membawa uang cash, jangan khawatir. Mereka sudah siapkan transaksi digital dengan QRIS. Tinggal tempelkan ponsel saja. (Sawir Pribadi)