Faktual dan Berintegritas

Nurbaini McKosky 

PADANG -- Mandeh Minang Mancanegara (Tigo-M) merasa sangat kecewa dengan fenomena penampilan pakaian pengantin adat Minang yang telah jauh bergeser dari ajaran dasar Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK).

Tigo-M adalah Perhimpunan Mandeh-mandeh Minang yang berdomisili di mancanegara (rantau jauh dan dekat di belahan bumi manapun) yang juga meliputi mandeh-mandeh di Ranah Minang. 

Menurut Ketua Tigo-M, Nurbaini McKosky, MSc (Chem), sebagai seorang mandeh Minang yang berdomisili di Negeri Paman Sam sejak 42 tahun yang lalu, selama itu pula ia bangga membawa nama dan identitas Minang. 

"Dengan dasar ini pulalah saya mendirikan Perhimpunan Tigo-M. Kami Mandeh Minang mancanegara tidak menginginkan 'tapian dialieh dek ayie gadang, jalan diubah dek urang banyak,” ujarnya melalui rilisnya, Senin (12/8).

Nurbaini lebih jauh menjelaskan, saat ini fenomena penggunaan pakaian pengantin Minang, terutama dalam acara 'baralek' perkawinan Minang telah mengalami perubahan yang sangat signifikan, baik di ranah maupun di rantau.

"Kami dari Tigo-M prihatin sekali terhadap perubahan tersebut karena tidak memenuhi kaidah ABS-SBK, mulai dari memilih desain, penampilan estetika maupun tata busananya," tandasnya.

Perubahan itu tampak jelas, terutama dalam penggunaan atribut pakaian pengantin perempuan. Suntiang dengan mengenakan baju yang terbuka aurat, sempit dan bahkan transparan. "Kita ketahui, penggunaan pakaian adat dalam ritual perkawinan (baralek) Minang mempunyai makna dan filosofinya serta sebagai simbol identitas budaya Minang yang dilestarikan dan diwariskan kepada generasi penerus sebagai kekayaan budaya masyarakat Minang," ujar Nurbaini.

Pakaian pengantin Minang, katanya, memperlihatkan peradaban nilai-nilai budaya yang dilekatkan sesuai dengan nilai-nilai adat-budaya Minang.

Ketidakpantasan dalam berbusana menyebabkan ‘sumbang’ dan dapat sampai kepada ‘salah’, norma-norma yang telah diatur dalam hukum adat Undang nan Salapan. Meskipun penggunaan pakaian dalam perkawinan (baralek) tidak diatur khusus dalam hukum adat Minangkabau, namun telah mentradisi dengan mengindahkan norma-norma yang berlaku, “sopan jo santun, alua jo patuik, elok jo rancak mamakai raso-pareso”.

Atas dasar itulah, menurut Nurbaini, Tigo-M menyatakan sikap menentang keras penggunaan pakaian adat perkawinan Minang yang tidak sesuai dengan kaidah ABS-SBK.

Kemudian, mengimbau pihak-pihak yang terkait seperti para designer, pengusaha, penggiat, event organizer dan pengguna/pemakai pakaian perkawinan Minangkabau, baik di daerah rantau maupun di Ranah Minangkabau, agar kembali mengikuti tatacara aturan penggunaan pakaian perkawinan adat Minangkabau yang berdasarkan ABS-SBK.

Selain menyampaikan pernyataan sikap, Tigo-M juga mengharapkan agar pemerintah daerah, limbago adat dan lembaga kebudayaan untuk dapat membuat regulasi/kebijakan/peraturan daerah yang mengatur hal-hal yang terkait dengan penggunaan pakaian perkawinan Adat Minangkabau.

"Selain itu, kami dari Perhimpunan Tigo-M juga mengharapkan agar semua masyarakat Minangkabau harus mengikuti peraturan adat berpakaian pengantin Minangkabau," ujarnya. (rl)

 
Top