Faktual dan Berintegritas


BESOK 7 Agustus 2024 Kota Padang genap berusia 355 tahun. Wow usia yang sudah tua. Bahkan sudah sangat tua untuk ukuran suatu daerah jika dibandingkan dengan usia kemerdekaan republik ini yang baru genap 79 tahun pada 17 Agustus 2024 nanti.

Ini artinya, Kota Padang sudah ada jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Sebagai warga Padang dan Sumatera Barat umumnya tentu kita patut berbangga, punya kota yang lahir sebelum negeri ini merdeka.

Salah satu bentuk kebanggaan itu adalah nama Padang lebih lengket dalam kepala orang, terutama di perantauan. Denganlah percakapan di rantau, ketika sesama orang yang berasal dari Sumatera Barat bertemu:

“Dari Padang yo?”

“Padang-nyo di ma?”

“Solok!”

“Payokumbuah!”

“Batusangka!”

“Painan,” dan seterusnya.

Ini fakta bahwa orang Sumbar di rantau lebih gampang mengucapkan Padang ketimbang Sumbar. Bahkan, masakan Padang lebih tenar daripada masakan Minang. Padahal yang memasak itu berasal dari Kabupaten Agam, Tanah Datar, Pesisir Selatan, Limapuluh Kota, Solok dan sebagainya.

Tak ada protes! Itu tanda masyarakat semua sayang ke Padang. Walau Padang hanya suatu daerah otonom yang kebetulan menjadi pusat pemerintahan Sumatera Barat.

Kini Kota Padang itu sudah berusia lebih 3,5 abad. Sudah tua, jika tidak mau disebut renta. Karena memang tidak ada istilah renta bagi sebuah daerah. Bahkan, Jakarta yang pada 22 Juni 2024 lalu berusia 497 tahun tidak ada yang menyebut renta.

Sebuah daerah tentu beda dengan manusia. Jika manusia semakin tinggi angka usianya, semakin tua dan lama kelamaan menjadi renta. Namun sebaliknya, sebuah daerah, semakin banyak usianya, semakin muda tampilannya.

Begitu juga dengan Kota Padang hari ini semakin terlihat muda wajahnya. Begitukah?

Perlu diketahui, ulang tahun bukan hanya sebuah perayaan. Ulang tahun biasanya dimanfaatkan sebagai evaluasi dan introspeksi diri.

Pada usia sekarang, wajah Kota Padang memang tidak jauh berubah dibanding sepuluh tahun lalu. Jika ada perubahan, di antaranya mulai tumbuhnya gedung-gedung bertingkat. Walau belum sebanyak kota lainnya, namun kita cukup bangga.

Selebihnya masih sama dengan sepuluh tahun lampau. Sebutlah jalan tidak banyak yang berubah. Jika dikatakan tidak ada penambahan jalan di dalam kota, mungkin bisa dipahami. Buktinya, kemacetan mewarnai keseharian kota ini. Selain itu, masih banyak yang gelap di malam hari.

Jalan yang dulunya lapang, sekarang sudah sempit. Bukan saja sempit oleh hilir mudik kendaraan bermotor, tetapi juga ada hal lain yang menjadi pemicunya. Banyak di antara jalan yang sudah berubah fungsi. Misalnya menjadi area parkir. Celakanya, ada jalan yang parkir kendaraannya kiri kanan. Tukang parkirnya entah resmi, entah tidak. Tak pula jelas.

Selain itu ada badan jalan yang beralih fungsi menjadi tempat berdagang dan lain sebagainya.

Apakah di usia yang sudah tua ini, Kota Padang tidak bisa lagi merawat dirinya?

Mana ada kota yang bisa merawat dirinya, ya ndak?

Lalu, siapa yang merawatnya? Pemerintah daerah yang dikomandoi kepala daerah, dalam hal ini tentu walikota.

Nah, mumpung saat ini masa-masa pencarian bakal calon walikota, maka menjadi beban moral bagi masyarakat Kota Padang untuk mencari orang yang mau dan bisa menjadi ‘perawat’ kota tua ini agar penyakit-penyakit asam urat nadi perekonomian tidak akut misalnya. Agar kota ini tacelak semakin rancak.

Pokoknya, jangan jadikan kota ini seperti orang tua kekurangan gizi. Gitu sajalah. Nah, siapa yang bisa membuat kota ini lebih hebat lagi, ayo maju! (SawirPribadi)

 
Top