17 Agustus 2024 ini, kemerdekaan Indonesia genap 79 tahun. Di mana-mana sudah terlihat kemeriahan yang dilakoni oleh masyarakat. Jalan hingga gang-gang sempit dihiasi nuansa merah putih. Bendera Merah Putih pun terpasang sejak 1 Agustus lalu.
Masyarakat sangat hafal dengan ulang tahun kemerdekaan negaranya sendiri. Karenanya, tanpa dikomando pun mereka memasang nuansa merah putih di kediaman masing-masing, mulai dari umbul-umbul hingga aneka pernak perniknya.
Hanya saja di tengah gegap gempita dan kemeriahan memperingati ulang tahun kemerdekaan ke-79 Republik Indonesia itu tiba-tiba terdengar suara gaduh. Hal itu berawal dari belasan anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang bertugas di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur terlihat tak lagi memakai jilbab sebagaimana pakaian mereka sehari-hari. Mereka diduga dipaksa melepas jilbab oleh pihak tertentu, namun itu dibantah oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) selaku pihak yang bertanggung jawab terhadap Paskibraka.
Terlepas apapun bantahan dari pihak terkait, yang pasti kejadian itu telah bikin gaduh. Aneka nada penyesalan hingga kecaman telah meluncur dari masyarakat, tak kecuali dari Sumatera Barat sebagai daerah yang memiliki falsafah adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (ABS-SBK). Kalangan ninik mamak, alim ulama hingga cerdik pandai bereaksi atas kejadian yang dinilai telah memasuki ranah sensitif itu.
Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar, Fauzi Bahar Datuak Nan Sati, minta Gubernur Mahyeldi Ansharullah untuk menarik pelajar Sumbar yang ada di dalam Paskibraka di IKN itu. Bahkan ia minta kepada pelajar yang ikut di Paskibraka agar tidak bangga bila harus melepas jilbab.
Adalah wajar jika masyarakat Islam bereaksi atas kebijakan yang dinilai tidak bijak itu. Terkesan jilbab menghalangi aktifitas hingga merusak keseragaman dalam kegiatan kenegaraan. Padahal dalam skala internasional pun jilbab bisa dipakai dalam segala aktifitas. Terakhir dalam Olimpiade di Paris, Prancis tempo hari, ada atlet dari Indonesia yang mengenakan jilbab. Begitu juga dengan iven-iven skala besar lainnya.
Lalu, kenapa untuk Paskibraka sebagai iven sacral negara, jilbab anak-anak remaja itu harus dilepas? Toh tahun-tahun sebelumnya tidak ada kebijakan demikian. Adakah muatan lain? Mudah-mudahan ini hanya sebuah kekeliruan saja.
Kalau memang keliru, obatnya adalah minta maaf dan itu telah dilakukan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi selaku pihak yang bertanggung jawab. Lebih dari itu, yang namanya keliru pasti bisa diperbaiki dan kita berharap kekeliruan yang sama tidak diulangi lagi di masa datang. Semoga! (Sawir Pribadi)