Faktual dan Berintegritas



Beberapa waktu lalu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap terhadap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy’ari karena melanggar etik sebagai penyelenggara pemilu. Sanksi itu diberikan lantaran Hasyim dianggap terbukti melakukan tindakan asusila terhadap seorang perempuan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda.

Kontan saja putusan tersebut membuat negeri ini buncah. Orang-orang yang tidak mengikuti kasusnya terutama merasa kaget. Apalagi saat ini KPU tengah fokus menyiapkan pemilihan kepala daerah (PIlkada) serentak pada November 2024 mendatang.

Sebaliknya, pihak-pihak yang mengetahui dan mengikuti pemberitaan-pemberitaan tentang Hasyim Asy’ari selama ini menilai bahwa putusan DKPP itu sudah tepat dan setimpal dengan apa yang diperbuatnya. Sebagai Ketua KPU, Hasyim dinilai sudah melakukan pelanggaran etika berat.

Semua media memberitakan putusan DKPP tersebut. Media sosial pun tak ketinggalan, termasuk dengan komentar-komentar yang beragam dari netizen. Sudah menjadi kebiasaan di dunia maya, jika ada pejabat atau public figure yang terjerat kasus hingga mendapat sanksi, maka komentarnya banyak yang pedas hingga berlevel-level.

Terkait itu, tentu kasus seperti ini tidak boleh berlalu begitu saja. Soal hukum memang menjadi ranahnya penegak hukum. Apabila pihak pengadu melaporkannya ke polisi, maka tentu ini akan disidik aparat kepolisian dan seterusnya.

Bagi kita semua, terutama para pejabat publik kasus begini perlu menjadi pelajaran. Jangan sekali-kali melakukan pelanggaran etika, apalagi sampai melakukan tindakan asusila terhadap bawahan, masyarakat dan sebagainya.

Indonesia adalah negeri yang beragama dan beradab. Segala langkah dan tindakan tidak hanya dibatasi oleh aturan perundang-undangan, melainkan lebih utama agama. Pejabat publik adalah anutan masyarakat. Segala tindakan dan perbuatannya akan menjadi titik perhatian bagi masyarakat.

Oleh karena itu, pejabat publik jangan gunakan jabatan, kekuasaan dan uang sebagai alat untuk melakukan tindakan melawan hukum serta norma-norma yang berlaku. Ingat, di atas langit masih ada langit lagi. Di negeri ini ada undang-undang, aturan dan norma-norma.

Seorang pejabat publik di negeri ini perlu mengaplikasikan pepatah lama “berjalan pelihara kaki, berkata pelihara lidah”. Makna dari pepatah itu bukan hanya sekadar kaki dan lidah, melainkan semua sikap, tingkah laku dan perbuatan. Jadilah pejabat yang benar-benar menjadi panutan bagi semua orang. (Sawir Pribadi)

 
Top