RUAS jalan nasional penghubung Padang-Solok di Sitinjau Lauik selalu saja macet. Bahkan sekarang tiap hari ada saja kemacetan. Penyebabnya antara lain karena banyaknya truk ukuran dan tonase besar yang melewati jalan itu.
Kemacetan kian parah apabila ada truk-truk yang mengalami kerusakan hingga kecelakaan di kawasan itu. Kondisi ini menjadi bahan keluhan pengguna jalan lainnya.
Jalan adalah milik umum. Siapapun boleh dan berhak melewatinya. Hanya saja, khusus ruas Sitinjau Lauik sejak terjadinya musibah banjir bandang yang memutus jalur Padang-Padang Panjang pada 11 Mei lalu, penggunaan ruas Sitinjau Lauik diatur oleh pemerintah agar tidak terjadi kemacetan parah.
Gubernur Sumatera Barat melalui surat Nomor: 550/384/DISHUB-SB/V/2024 telah mengatur pemakaian jalur Sitinjau tersebut, khusus untuk truk mulai pukul 18.00 hingga pukul 06.00. Di luar itu, truk-truk diminta bersabar terlebih dahulu.
Dalam surat itu, gubernur menyebutkan bahwa pembatasan berlaku bagi kendaraan yang mengangkut batubara, crude palm oil (CPO), semen, sirtukil (pasir, batu, dan kerikil), serta bahan bangunan lainnya. Sedangkan truk pengangkut BBM, sembako, gas elpiji, serta kendaraan proyek yang membawa material perbaikan jalan tetap diizinkan melintas.
Kenyataan sekarang, tidak ada lagi pembatasan. Tiap saat truk-truk besar pengangkut batubara, CPO dan lainnya bisa ditemui merangkak di Sitinjau Lauik. Mereka berjalan beriringan tiga, empat atau lebih sekali jalan. Inilah yang menyebabkan terjadinya kemacetan.
Siapa yang bisa disalahkan dengan fakta ini? Kita tentu tidak boleh menyalahkan siapa-siapa. Kita hanya bisa melakukan evaluasi terhadap fakta yang ada di lapangan. Kesan sementara, begitu sulit mengatur operasional truk di ruas Sitinjau Lauik pasca musibah Lembah Anai.
Ada yang perlu dipahami, bahwa surat yang dikeluarkan gubernur Sumbar itu tentulah untuk menciptakan kenyamanan, agar sama-sama bisa memakai jalan dengan aman dan nyaman, pasca putusnya jalur Padang-Padang Panjang di kawasan Lembah Anai. Jika tidak dilakukan pengaturan, bisa-bisa membahayakan bagi keselamatan pengguna jalan dan perekonomian secara umum. Sebab, putusnya jalan di Lembah Anai telah mengguncang perekonomian Sumbar bahkan mematikan pariwisata di sejumlah daerah, seperti di Pesisir Selatan.
Surat yang dikeluarkan gubernur itu terkesan dibiarkan saja melayang-layang di udara, tanpa diaplikasikan dengan baik. Salah satu indikatornya adalah tidak adanya pengawasan yang ketat oleh petugas berwenang, baik dari arah Padang maupun dari arah Solok.
Ingat, orang di negeri ini banyak yang patuh jika diawasi oleh petugas. Percayalah, tanpa pengawasan petugas, pengguna jalan akan berbuat seenak perut saja. Bahkan, sudah ada petugas pun masih ada yang nekat, apalagi tidak diawasi.
Oleh karena itu, jika memang ingin memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan di kawasan Sitinjau Lauik, perlu dilakukan pengawasan secara ketat. Siapkan kantung-kantung parkir di Padang dan di Solok. Jangan pula kantung-kantung parkir itu menjadi penyebab baru terjadinya kemacetan. Semoga! (Sawir Pribadi)