Faktual dan Berintegritas

Lolly Suhenty


JAKARTA – Anggota Bawaslu Lolly Suhenty menegaskan dalam kacamata Bawaslu seluruh tahapan pilkada itu rawan. Ia melihat potensi terjadinya gesekan di tahapan pilkada akan selalu ada.

“Misalnya dengan calon potensial yang akan maju, tetapi kami menyatakan bahwa konflik sangat dekat, konfliknya dengan lingkungan terdekat, masyarakat akan memilih pemimpin terbaiknya di daerah yang itu dekat dengan kehidupan mereka, sehingga ini juga menyatakan tidak hanya konflik elit, tetapi juga konflik di daerah itu,” jelas Lolly dalam kegiatan Potret Gangguan Informasi di Pemilu 2024 dan Potensinya di Pilkada Serentak 2024 yang diselenggarakan oleh Perludem via daring, Selasa (11/6).

Lolly sebagaimana dikutip website Bawaslu RI berpendapat definisi Undang-Undang Pemilu dan Pemilihan itu masih terdapat perbedaan. Dia mencontohkan, jika kita bisa bicara soal dilarang menghina seseorang berdasarkan agama, suku, ras, untuk calon gubernur, bupati, dan walikota, di Undang-Undang Pemilu, tetapi yang berbeda adalah di Undang-undang pemilihan, pada poin tersebut menekankan melakukan kampanye berupa menghasut dan memfitnah, ini yang perlu digaris bawahi, mengadu domba partai politik, perseorangan dan atau kelompok masyarakat,” ujar dia.

Dalam paparannya, Lolly menjelaskan ada pertanyaan kunci yang orang sering tanya, mengenai apa itu definisi kampanye dalam Undang-Undang Kepala Daerah. “Kalau di Undang-Undang Pemilu definisi kampanye sudah lebih detail, unsurnya dijelaskan, citra dirinya termuat, tetapi definisi kampanye dalam UU kepala daerah, justru tidak mendetailkan soal unsur, siapa saja yang akan bisa dikenai objek kampanye seperti apa yang kemudian dilarang, dan berkenaan dengan citra diri itu tidak ada karena definisi sangat umum, kegiatan untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi misi dan program, calon gubernur, calon wakil gubernur,” jelasnya.

Dia mengatakan, Bawaslu mencoba mengidentifikasi pasal apa saja yang berpotensi menjadi pasal karet, pasal mana saja yang berpotensi tidak bisa dieksekusi, pasal mana saja yang akan berhadapan dengan sesama prnyelenggara. "Karena dimensi kerawanan, ada potensi sosial politiknya ada konteks penyelenggaraan, ada konteks kontestasinya dan ada konteks partisipasinya,” tegas lolly mengakhiri. (*)

 
Top