MASA lebaran 2024 telah usai. Semua telah kembali pada aktifitas semula. Yang bekerja di kantor telah masuk lagi sejak Selasa lalu. Begitu juga karyawan swasta, para pedagang, petani, nelayan dan semua kegiatan telah kembali digeluti sebagaimana biasanya.
Yang lebaran dengan THR dan yang tidak ada THR sekarang sudah tak memikirkan itu lagi. Yang dipikirkan adalah bagaimana kelanjutan hidup dan kehidupan ke depan. Yang punya anak jelas berpikir bagaimana penddikan anak-anak mereka bisa berjalan lancar, pedagang bagaimana barang dagangan mereka lebih laris dan seterusnya.
Namun demikian, ada pihak-pihak tertentu yang harus memikirkan bagaimana pada lebaran tahun depan lebih baik dari sekarang. Setidaknya ada yang harus mengevaluasi persoalan yang terjadi di musim lebaran kali ini, agar tahun depan tidak terulang lagi. Dia adalah pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota.
Kita tentu harus jujur, bahwa persoalan lebaran 2024 ini masih saja soal macet di mana-mana. Walau pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah memberlakukan sistem satu arah atau one way di jalur utara, khususnya jalur utama Padang-Bukittinggi, namun itu masih terbatas. Ketika jam pemberlakuannya berakhir, maka kemacetan kembali terjadi.
Ini baru pada daerah yang berlabel one way. Bagaimana dengan daerah yang tidak menggunakan sistem one way di masa lebaran? Jawabannya adalah macet.
Jalur Padang arah timur misalnya, selama musim lebaran terjadi kemacetan. Misalnya di kawasan Sitinjau Lauik atau di ruas jalan Arosuka-Lubuk Selasih, Lubuk Selasih-Alahan Panjang terjadi kemacetan. Meski Polres Solok juga memberlakukan one way secara insidentil di kawasan Arosuka misalnya, namun tidak banyak membantu.
Kemacetan lain terjadi pada jalur Payakumbuh-Bukittinggi. Meski dilakukan pengalihan jalan ke jalur-jalur alternatif, terkesan sekadar memindahkan lokasi macet saja.
Ada yang perlu dipahami bahwa terjadinya kemacetan lantaran jalan tidak mampu lagi menampung volume kendaraan bermotor yang begitu banyak. Benar, kendaraan bermotor selama lebaran memang luar biasa jumlahnya. Banyak perantau pulang kampung membawa kendaraan pribadi.
Kita tentu tidak boleh menyalahkan perantau yang membawa kendaraan pulang kampung dan juga tidak boleh melarang. Yang perlu dipikirkan bagaimana lebaran tahun depan kemacetan di berbagai kawasan tidak terjadi lagi, minimal tereliminir.
Untuk diketahui, lebar jalan di Sumatera Barat tidak mengalami perubahan. Sementara jumlah kendaraan bermotor selalu saja mengalami peningkatan setiap saat. Lihatlah, setiap kendaraan baru yang masuk ke dealer, selalu saja ludes oleh masyarakat. Lalu, kenapa pemerintah tidak melakukan tindakan ekstra untuk mengantisipasi kemacetan?
Jalan tol Padang-Sicincin yang diharapkan bisa dipakai saat mudik lebaran 2024, tidak terlaksana. Masyarakat dibiarkan saja parkir di pinggir-pinggir jalan yang rawan macet, tidak ada niat untuk membangun fly over atau jembatan layang di Kota Padang misalnya, atau tempat-tempat yang tidak lagi bisa dilakukan pelebaran jalan. Kemudian pemerintah sepertinya membiarkan jalan longsor berulang dan berulang. Jalan antara Alahan Panjang dengan Surian misalnya, sudah berkali-kali longsor.
Oleh karena itu, diharapkan pemerintah Sumatera Barat bersama pemerintah kabupaten/kota melakukan evaluasi secara detail tentang kemacetan yang terjadi di musim lebaran dan di masa-masa liburan, termasuk akhir pekan tentunya. Semoga semua melihat realita dengan sungguh-sungguh, lalu mencarikan solusi yang jitu. Semoga! (Sawir Pribadi)