JAKARTA -- Transformasi pendidikan di madrasah mengalami akselerasi luar biasa sejak dua-tiga dasawarsa yang lalu, tepatnya sejak era 1980-an. Kepala Pusdiklat Tenaga Teknis Kementerian Agama, Mastuki menengarai perubahan-perubahan mendasar di madrasah berkaitan dengan reformasi pendidikan nasional secara keseluruhan. Sebagaimana dikutip dari website Kemenag, madrasah sebagai bagian sistem pendidikan nasional tak pelak juga mengalami perubahan signifikan.
"Saya mengamati sejak 1980 an, madrasah mengalami transformasi pendidikan yang luar biasa, di mana posisi madrasah diakui setara dengan sekolah. Implikasinya luar biasa, yakni terjadinya mobilitas sosial-vertikal di kalangan anak-anak muslim melalui jalur pendidikan di madrasah," paparnya saat menjadi panelis diskusi bertajuk, "Merajut Transformasi Pembelajaran untuk Anak-Anak Indonesia: Mendiskusikan Dampak Reformasi Pendidikan Indonesia dan Merayakan Kemitraan INOVASI" di Jakarta, Selasa (28/11).
Pada forum kemitraan Australia-Indonesia ini, Mastuki menuturkan bahwa melalui jalur pendidikan madrasah, anak-anak muslim yang tersebar di kampung-kampung kecil dan jauh dari modernisasi mengalami urbanisasi ke perkotaan. Selanjutnya terjadi mobilitas sosial yang besar. Terbukanya akses pendidikan yang mudah dan terjangkau sampai ke desa-desa menjadi faktor penyebab kenapa anak-anak muslim mengalami mobilitas vertikal yang cepat.
"Generasi muslim 1970-an mulai berbondong-bondong masuk madrasah. Madrasah Tsanawiyah di kota kecamatan, lalu ke Madrasah Aliyah di kota kabupaten. Dan sebagian besar mereka kemudian kuliah di perguruan tinggi yang tersebar di kota-kota besar. Bahkan sekarang mobilitas itu di luar ekspektasi. Karena saat ini madrasah sudah masuk transformasi digital. Kemudahan akses pendidikan ke madrasah makin terbuka," imbuhnya.
Mantan Kepala Biro Humas Kemenag ini juga menyoroti koneksi antar madrasah yang makin mudah akibat reformasi pendidikan. Tukar-menukar informasi antar madrasah lebih cepat, sharing knowledge antar guru juga terbuka. Digitalisasi layanan di madrasah memudahkan masyarakat mengenal lebih jauh apa dan bagaimana pendidikan madrasah.
"Booming teknologi membuka sekat-sekat lembaga makin transparan. Bukan saja antar madrasah, tapi juga dengan lembaga dan instansi yang makin luas. Koneksi antar lembaga ini memperluas jaringan madrasah dengan stakehokders yang luas pula. Kesempatan belajar bagi siswa jiga makin terbuka lebar," tambahnya.
Mastuki menjelaskan, reformasi pendidikan yang terjadi di madrasah ini penting. Karena sebagian besar, di atas 85 persen status madrasah itu swasta; dikelola oleh yayasan dan lembaga keagamaan yang sangat variatif. Namun, dedikasi lembaga-lembaga ini sangat besar, terutama dalam pembiayaan dan penyediaan anggaran bagi madrasah.
"Salah satu keunggulan madrasah adalah dukungan masyarakat yang sangat besar. Filantropi muslim seperti zakat, wakaf, sedekah, dan hibah sangat potensial membiayai sebagian besar operasional madrasah swasta. Dukungan ini juga berkontribusi membuka akses yang makin luas bagi anak-anak muslim berbagai strata sosial bisa menikmati pendidikan murah di madrasah", pungkasnya.
Hadir sebagai panelis di acara ini Anindito Aditomo, Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbud Ristek; Amich Alchumami, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan; Itje Chodidjah, Ketua Eksekutif Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO/KNIU); dan Mark Heyward, Project Manager INOVASI. (*)