PADANG -- Diawali dialog warisan budaya bertema "Penguatan Ekosistem Warisan Budaya Melalui Sinergitas Anak Nagari", Kemendikbudristek RI bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menginisiasi "Galanggang Arang" di Padang, Kamis (19/10).
Galanggang Arang merupakan rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengaktivasi ekosistem budaya di sepanjang kawasan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS) atau Ombilin Coal Mining Heritage Sawahlunto (OCMHS).
Kawasan WTBOS yang resmi ditetapkan sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO sejak 2019 lalu, mencakup 3 area yang terdiri dari area Kota Tambang Sawahlunto, area infrastruktur perkeretaapian, dan fasilitas penyimpanan batubara di Emmahaven (sekarang Teluk Bayur). Ketiga area ini membentang meliputi 27 stasiun maupun halte di 7 kabupaten dan kota yang menghubungkan kawasan tambang di Ombilin hingga ke penyimpanan batubara di Teluk Bayur.
Tujuh kabupaten dan kota tersebut antara lain Kota Sawahlunto, Kab. Solok, Kota Solok, Kab. Tanah Datar, Kota Padang Panjang, Kab. Padang Pariaman dan Kota Padang. Galanggang Arang juga akan dilaksanakan secara bergiliran di ketujuh kabupaten dan kota ini.
Membuka dialog warisan budaya tersebut, Direktur Perlindungan Kebudayaan Kemendikbud Ristek RI, Irini Dewi Wanti mengatakan kawasan WTBOS merupakan sembuah simbol, yang di dalamnya mengandung nilai penting yang ada di masyarakat. Terdapat nilai-nilai kearifan lokal dan norma masyarakat Minangkabau yang terbangun beriringan dengan majunya teknologi dan infrastruktur pertambangan batu bara di Ranah Minang kala itu.
Oleh karena itu, dialog yang melibatkan seluruh unsur mulai dari pemerintahan di tingkat nagari, Kerapatan Adat Nagari (KAN) dan Bundo Kanduang, perlu dilakukan. Hal ini guna menghimpun pemikiran dan gagasan dalam mendukung rencana aktivasi, serta memelihara kawasan WTBOS, agar dapat memberikan manfaat bagi masyarakat setempat.
"Ditambah lagi saat ini WTBOS bukan lagi hanya milik Sawahlunto ataupun Sumatera Barat, tapi juga milik dunia. Kita berkewajiban menjaga dan melestarikan keberlanjutan WTBOS dan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya," ungkap Irini.
Dr. Jonny Wongso, Akademisi program studi Arsitektur, Universitas Bung Hatta menjelaskan, WTBOS merupakan bagian tak terpisahkan dari lansekap budaya Minangkabau. Sebuah pusaka saujana Minangkabau yang terbentuk dari hasil interaksi manusia karena faktor alam.
Oleh karena itu WTBOS ditetapkan oleh UNESCO bukan hanya Kota Tambang Sawahlunto, namun melingkupi seluruh proses pertambangan itu hingga budaya dan nilai-nilai masyarakat yang ada di sekitarnya.
Jonni menilai, WTBOS menggambarkan pertukaran teknologi pertambangan yang signifikan antara Eropa dan Asia pada periode revolusi industri di abad ke-19 dan 20.
Desain teknologi secara keseluruhan yang kompleks namun efisien, menunjukkan transfer pengetahuan yang sistematis dari Eropa untuk mengembangkan industri di Asia, khususnya Hindia Belanda pada saat itu.
"WTBOS mengandung nilai keagungan universal yang sesuai dengan kriteria, nilai keutuhan, nilai integritas keaslian, serta aturan pengelolaan dan perlindungan," kata Jonny.
Jonny menambahkan, agar situs warisan dunia WTBOS tidak hanya menjadi kebanggaan namun juga memberikan manfaat bagi masyarakat, tentu diperlukan komitmen bersama serta aksi nyata. Sehingga semangat generasi saat ini semakin terpacu untuk menggali dan menghidupkan potensi yang terpendam warisan budaya tersebut. (kmf)