PEMERINTAH melalui Kementerian Perhubungan melakukan evaluasi terhadap bandara-bandara internasional yang ada di Indonesia. Sedikitnya terdapat 34 bandara yang dievaluasi.
Evaluasi bandara internasional tersebut guna menerapkan wacana awal 2023 lalu. Ketika itu ada rencana untuk melakukan pemangkasan terhadap bandara yang berstatus internasional di Indonesia yang dinilai terlalu banyak, namun tidak berfungsi secara efektif.
Mengutip berita surat kabar ini tempo hari, sepertinya bandara yang dievaluasi tidak pandang besar atau kecil. Bahkan, Bandara Soekarno Hatta juga masuk dalam yang dievaluasi. Siapa yang tidak kenal dengan bandara yang terletak di Tangerang, Banten tersebut sebagai bandara tersibuk di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Secara kasat mata, mulai dari kesibukan hingga sarana dan prasarana, tentu tidak mungkin Bandara Soetta termasuk yang dipangkas.
Lalu, jika kita tukikkan pandangan ke Bandara Internasional Minangkabau (BIM), akan muncul kekhawatiran sebagai calon yang dipangkas. Kenapa?
Dengan status internasional yang disandang, BIM hanya melayani rute internasional ke Kuala Lumpur, Malaysia. Saat ini, rute Kuala Lumpur-Padang dan Padang-Kuala Lumpur dilayani dua kali sehari. Sesekali ada juga penerbangan carteran ke Arab Saudi membawa jemaah umrah dan penerbangan haji.
Beberapa waktu lalu, BIM nyaris kehilangan ‘internasional’ dan terdegradasi ke ‘domestik’. Namun berkat perjuangan Pemprov Sumbar bersama pihak-pihak terkait lainnya, BIM masih bertahan hingga sekarang.
Lalu, bagaimana ke depan? Sekali lagi, inilah yang agak membuat gamang. Sekiranya penerbangan Kuala Lumpur-Padang-Kuala Lumpur sampai terhenti gara-gara kekurangan penumpang atau faktor lain, maka ini bisa saja menjadikan BIM terdegradasi. Namun kita berharap itu semua tidak terjadi.
Ya, kita berharap status internasional tetap melekat pada bandara di daerah Ketaping, Padang Pariaman itu. Dengan tetap melayani rute antar negara, dipastikan wisatawan asing dengan gampang datang ke Sumatera Barat. Sebaliknya, jika tak lagi melayani penerbangan antar negara, maka jelas wisatawan asing berpikir beberapa kali untuk mengunjungi destinasi wisata daerah ini. Sebab, harus transit dulu di bandara lain dengan konsekuensi high cost.
Oleh karena itu, pemerintah Provinsi Sumatera Barat bersama pihak-pihak terkait harus berjuang mempertahankan BIM. Sebab, dari 34 bandara internasional yang dievaluasi itu akan tinggal 15 bandara saja yang berstatus internasional. Sedangkan 19 lagi tentu diturunkan ke level bandara domestik. Nah, ayo pertahankan BIM, jangan sampai terdegradasi. Rugi kita! (Sawir Pribadi)