PADANG -- Angka perceraian pasangan suami istri (Pasutri) di Sumatera Barat pada semester I tahun 2023 terbilang cukup tinggi, yakni ada 4.175 kasus. Faktor penyebab perceraian tersebut paling banyak karena perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus.
Data dimaksud disampaikan Gubenur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah dalam sambutan tertulisnya dalam seminar yang mengusung tema "Membangun Ketahanan Keluarga Menuju Indonesia Maju", Kamis (10/8) di Auditorium Gubernuran.
Dari jumlah di atas, pasutri yang bercerai disebabkan perselisihan dan pertengkaran terus menerus angkanya 3.589 kasus. Terbanyak terjadi di Padang dan Pariaman.
Selanjutnya, faktor penyebab perceraian di Ranah Minang adalah karena meninggalkan pasangan satu sama lain sebanyak 463 kasus. Terbanyak terjadi di Kota Padang dengan jumlah kasus 133. Penyebab perceraian lainnya adalah karena faktor ekonomi, dengan jumlah 67 kasus. Kasus tertinggi ada di Kota Bukittinggi.
"Siapapun yang dominan dalam hal perceraian ini, berdampak sistemik, dan kontraproduktif untuk pembangunan bangsa. Korban utamanya adalah perempuan dan anak, akan melahirkan anak-anak yatim secara massif, juga duda dan janda. Fungsi keluarga sebagai institusi yang diharapkan melahirkan generasi hebat menjadi sirna, bahkan berubah menjadi musibah. Rasulullah bersabda; perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian," terang gubernur.
Disebutkannya, ketahanan keluarga adalah kemampuan menghadapi dan mengelola masalah dalam situasi sulit, agar fungsi keluarga tetap berjalan dengan harmonis. Hal ini agar tercapai kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin seluruh anggota keluarga.
"Keluarga akan tahan menghadapi masalah, kalau dihadapi dengan respon yang baik dan positif. Permasalahan dapat dikontrol dengan emosi yang baik dan tidak menyalahkan orang lain, dengan menerima permasalahan dengan baik," sebut gubernur.
Dijelaskannya, ketahanan keluarga merupakan fondasi ketahanan nasional karena keluarga sebagai sistim makro, mempengaruhi sistem yang lebih besar yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu ketahanan keluarga sangat penting dilakukan.
Faktor yang mempengaruhi ketahanan keluarga antara lain jumlah anggota, lama menikah, dan tekanan ekonomi. Pembangunan keluarga merupakan suatu upaya untuk mewujudkan keluarga berkualitas melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Kemajuan pembangunan keluarga dapat diukur melalui Indeks Pembangunan Keluarga ( iBangga), yang terdiri dari 3 (tiga) dimensi, yakni : Ketentraman, Kemandirian dan Kebahagiaan.
Hasil dari indeks tersebut digunakan untuk mengklasifikasi status perkembangan keluarga melalui kategori Tangguh, Berkembang dan Rentan. Indeks Pembangunan Keluarga sangat penting dan sangat dibutuhkan untuk benar-benar menemukan permasalahan keluarga hingga ke dasar, sehingga penanganannya dapat dilakukan secara tepat.
Lebih jauh gubernur menjelaskan, Indeks Pembangunan Keluarga berfungsi untuk memotret keluarga lebih detail, dalam rangka menyelesaikan banyak hal. Mulai dari masalah sosial, masalah ekonomi sampai ke masalah yang terkait dengan parenting dan permasalahan remaja guna mewujudkan keluarga tentram, mandiri dan bahagia.
"Pembangunan keluarga menjadi salah satu isu pembangunan nasional dengan penekanan pada pentingnya penguatan ketahanan keluarga. Perlindungan dan pemberdayaan terhadap keluarga sebagai unit terkecil di dalam masyarakat menjadi sasaran utama dalam pembangunan keluarga," ujar gubernur.
Pembangunan keluarga adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas, berketahanan dan sejahtera yang hidup dalam lingkungan yang sehat pada setiap tahapan kehidupan, sehingga diperlukan intervensi yang dapat berbeda namun berkelanjutan.
Beberapa intervensi yang dapat dilakukan dalam mendukung program pembangunan keluarga antara lain; peningkatan akses informasi, pendidikan, penyuluhan dan pelayanan tentang perawatan, pengasuhan dan perkembangan anak.Peningkatan kualitas remaja dan pemberian akses informasi, pendidikan dan konseling dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga
Seminar parenting tersebut menghadirkan nara sumber berkompeten seperti dr. Fitri Amalia, dengan materi Pengaruh Pola Asuh Terhadap Kemandirian Anak dan Elly Risman Musa S.Psi (Spikolog Nasional) dengan materi Membangun Ketahanan Keluarga. (sgl/yk)