PADANG -- Pajak BBM non subsidi di Sumbar tiba-tiba saja naik. Ini dinilai sebagai bukti kerja tanpa memperhitungkan dampak buruk berganda.
“Riau saja yang rakyatnya kaya tak ada kenaikan pajak, Sumbar malah memberi contoh buruk,” kata Pembina Asosiasi Pertashop Sumbar Bersatu Muhammad Bayu Vesky dan Two Effly, Jumat pagi (23/6) di Santika Hotel Padang.
Didampingi Ketua Asosiasi Pertashop Sumbar Bersatu Rahmadanur, Bayu Vesky dan Two Effly menyebut, peningkatan PBBKB tidak sederhana itu. “Akan berdampak pada dunia usaha,” katanya.
Contoh sektor pertambangan batu bara, perhotelan, perkebunan dan pabrik produksi lainnya.
Peningkatan PBBKB diyakini akan berdampak pada peningkatan harga jual. “Peningkatan harga jual pastilah dibebankan kepada konsumen. Rakyat akan bertambah sulit, ini aneh,” kata Two Effly.
Data Asosiasi Pertashop Sumbar Bersatu, jumlah Pertashop di Sumbar ini 400 titik lebih, kalau kebijakan ini dilakukan Pemprov, disparitas subsidi dan non subsidi akan makin tinggi. “Pertashop yang baru bernafas, akan gulung tikar. Padahal, tidak sedikit yang menumpangkan hidup di usaha ini,” sambung Bayu Vesky.
Apa pasal, satu Pertashop rata-rata memiliki 2 operator , bahkan ada 3 jika dua modular. “Pemprov Sumbar mestinya tidak ujug-ujug. Harusnya konsentrasi menekan kemiskinan ekstrem dan menekan inflasi,” ujar Two Effly dan Bayu Vesky.
Sementara itu, anggota DPRD Sumbar Hidayat menilai, peningkatan PBBKB untuk BBM non subsidi akan mendorong masyarakat kembali ke produk bersubsidi.
“Tidak tertutup kemungkinan Sumbar kembali akan mengalami jebol kuota subsidi dan ini bisa memicu pada kelangkaan seperti tahun tahun sebelumnya,” kata Hidayat.
Jatuh Ditimpa Tangga
Nasib Pertashop di nagari-nagari di Sumbar, bak jatuh ditimpa tangga. Pertashop saat ini berada dalam titik sulit. Penjualan rata rata harian belum berada pada titik aman operasional apalagi titik operasional investasi.
Kebijakan menaikkan PBBKB ini dicemaskan akan mendorong peningkatan harga. Artinya, jarak harga antara Pertamax dengan Pertalite kembali melebar.
Jika itu terjadi maka konsumen yang saat ini sudah migrasi ke BBM beroktan 92, kembali mengkonsumsi BBM beroktan 90. (*)