PADANG -- Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi berpesan kepada para mahasiswa untuk meneladani para pahlawan yang berasal dari Sumatera Barat, seperti Mohammad Hatta, Agus Salim dan Mohammad Nasir.
Dia mengatakan, tokoh-tokoh yang sama-sama berasal dari Sumatera Barat di era kemerdekaan sudah biasa berbeda pandangan dan ideologi. Meski begitu, tokoh-tokoh tersebut disatukan oleh sikap kenegarawanan.
Sikap kenegarawanan inilah yang kemudian menjadi kunci persatuan Indonesia. "Artinya hal yang berbeda tidak menjadikan perpecahan demi tercapainya satu tujuan, yaitu kemerdekaan," kata Wamenag Zainut Tauhid Sa'adi ketika memberikan kuliah umum di UIN Imam Bonjol Padang, Senin (29/5)
Kuliah umum diberikan dengan tajuk 'Peran dan Kontribusi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam dalam Membangun Sikap Kenegarawanan Pancasilais'
“Dalam membangun sikap kenegarawan yang Pancasilais, agama menjadi sumber utama juga sebagai sumber peningkatan peradaban," kata Wamenag.
Menurutnya, agama bukan sebatas identitas kelompok sosial sehingga tidak dimaknai sebagai ancaman antar kelompok keagamaan itu sendiri.
“Kehadiran agama yang berbeda-beda harus mampu mengintegrasikan berbagai kepentingan, bukan menjadi penghambat atau menjadi pemicu melahirkan kekerasan atas nama agama,” sambungnya.
Dalam konteks itu, Wamenag melihat pentingnya penguatan moderasi beragama yang saat ini menjadi salah satu program priotitas Kementerian Agama. Menurutnya, pemahaman keagamaan yang moderat melihat dan memahami bahwa keberagamaan atau perbedaan adalah suatu hal yang niscaya dan dinamis.
“Moderasi beragama adalah sebuah komitmen untuk mengajarkan kepada kita tentang ruang-ruang yang ada dalam perbedeaan. Produk dari moderasi beragama adalah toleransi,” sebutnya.
“Moderasi beragama secara prinsip jangan dipahami sebagai moderasi agama. Sebab agama sudah mengajarkan nilai-nilai moderat,” sambungnya.
Menurut Wamenag, agama bisa meneguhkan nilai-nilai Pancasila dan kerukunan, manakala dimaknai sebagai sumber peradaban dalam masyarakat yang plural seperti Indonesia. Ia menjelaskan tiga kunci yang menjadikan persatuan Indonesia hingga kini masih kuat. Pertama, religiusitas masyarakat. Kedua, sosial budaya Indonesia. Ketiga, Ideologi Pancasila.
“Konsep keagamaan dan kebangsaan kita sudah selesai dirajut oleh para pendiri bangsa lewat Pancasila yang menyatukan seluruh suku dan budaya,” tuturnya.
Pancasila yang digali dari nilai nilai agama itu sangat universal. Jadi apapun agama dan budayanya semua bisa menerima Pancasila, lanjutnya.
Wamenag menggarisbawahi bahwa keragaman bangsa Indonesia merupakan anugerah yang patut disyukuri, bukan malah menjadikan bangsa terpecah belah. “Sekali lagi kita harus bersyukur 75 tahun Indonesia masih berdiri tegak, sementara ada negara lain yang sudah bubar serta negara yang masih dilanda konflik berkepanjangan,” ujar Wamenag.
Wamenag berpesan agar PTKI mengambil peran terdepan dalam penguatan moderasi beragama dan kenegarawanan. PTKI juga harus beradaptasi dan mengembangkan inovasi-inovasi yang lebih bermanfaat dan berdampak luas.
Rektor UIN Imam Bonjol Martin Kustati menegaskan komitmennya untuk mengawal program priotitas Kementerian Agama dalam penguatan Moderasi Beragama di Perguruan Tinggi Negeri. Menurutnya, salah satu kunci dalam proses penguatan moderasi beragama adalah komunikasi yang baik.
“UIN Imam Bonjol sebagai bagian dari perguruan tinggi keagaman Islam binaan Kementerian Agama siap menyebarluaskan serta memberi pemahaman yang utuh kepada masyarakat tentang moderasi beragama,” tandasnya sebagaimana dikutip situs Kemenag RI. (*)