PERTAMINA telah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi beberapa hari lalu. Harga Pertamax misalnya turun dari Rp13.900 per liter menjadi Rp 12.800 per liter. Di Sumatera Barat dan daerah lain luar Pulau Jawa harga baru Pertamax menjadi Rp13.050/liter dari sebelumnya Rp14.200/liter.
Penurunan harga rata-rata cukup lumayan berkisar antara Rp1.100-Rp1.150/liter. Ini tentu saja disambut sukacita oleh masyarakat, terutama yang selama ini punya kendaraan bermotor dengan bahan bakar Pertamax. Berapapun pengurangan atau penurunan harga sudah pasti disambut gembira oleh konsumennya.
Sebaliknya pemilik kendaraan dengan bahan bakar Pertalite dan Solar harus mengurut dada. Sebab, pemerintah tidak mengusik harga BBM untuk rakyat kecil tersebut.
Ya, Pertalite adalah BBM yang mayoritas dipakai oleh kalangan masyarakat menengah ke bawah. Bisa juga disebut sebagai BBM rakyat. Maklum, BBM ini disubsidi oleh pemerintah.
Lalu, untuk siapa Pertamax atau BBM non subsidi itu diturunkan harganya? Jelas ini menguntungkan kalangan menengah ke atas atau dalam istilah sederhananya untuk orang kaya juga.
Sepatutnya pemerintah membantu masyarakat kecil dengan menurunkan harga BBM jenis Pertalite dan Solar, bukan BBM non-subsidi. Logikanya seperti tadi, Pertalite dan Solar dipakai oleh rakyat kecil yang hidupnya sudah berat.
Untuk diketahui, banyak kendaraan bermotor yang dimiliki masyarakat menengah ke bawah digunakan untuk menopang perekonomian mereka. Misalnya dijadikan ojek, untuk jualan, angkutan umum hingga taksi online. Pendapatan mereka pun tidak seberapa, terkadang dalam satu hari tak mampu menutupi pengisi tangki kendaraan bermotor mereka.
Jika sudah begini kenyataannya, apakah pemerintah berpikir untuk membantu masyarakat kecil? Padahal ini adalah saatnya pemerintah memperlihatkan keberpihakan mereka kepada masyarakat. Setidaknya sebagai satu babak sandiwara menghadapi tahun politik 2023. Bukankah Februari 2024, partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan? (Sawir Pribadi)