PADANG, SWAPENA -- Menyikapi gejolak di internal pabrik Aqua Solok, Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi harapkan jangan sampai mempengaruhi distribusi air terhenti. Pabrik AQUA diharapkan profesional dan operasional tetap berjalan.
Gejolak tersebut yakni, internal di pabrik Aqua Solok yang
memberhentikan ratusan pekerja. Diketahui, ratusan buruh pabrik tersebut kena
PHK lantaran mogok kerja karena menuntut uang lembur.
Mahyeldi meyakini bahwa pabrik Aqua Solok akan profesional
menyelesaikan konflik tersebut. Apalagi, sekitar 98 persen dari 150 orang lebih
karyawan perusahaan tersebut adalah warga Nagari Batang Barus, Kecamatan Gunung
Talang, tempat pabrik itu berdiri.
"Saya kira, PT Aqua akan mengakomodasi, merespon keinginan
masyarakat. Perusahaan itu bukan kacangan, bukan perusahaan lokal, sudah
internasional. Jadi, kisruh ini harus segera dituntaskan," kata Mahyeldi
usai meresmikan Pusat Pemberitaan (Media Centre) Pemprov Sumbar di Lantai II Escape
Building, Jumat (4/11).
Gubernur berharap, konflik internal Pabrik Aqua tidak berimbas
pada laju distribusi perusahaan. Sebab, efek ekonominya luar biasa jika distribusi
terhenti.
"Aqua harus tetap jalan. Hal-hal yang menjadi harapan
masyarakat setempat, ya musyawarahkan. Sikapi dengan aturan yang berlaku. Saya
kira mereka (pabrik Aqua Solok) memiliki kearifan tentang itu," katanya.
Sebelumnya, sebanyak 101 karyawan PT Tirta Investama (Aqua) di Kabupaten Solok, kena pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh manajemen perusahaan. PHK tersebut merupakan buntut aksi mogok yang dilakukan para pekerja.
Aksi mogok yang dilakukan pekerja sejak 10-30 Oktober tersebut
dengan alasan upah lembur sejak 2016-2022 tidak dibayar pihak perusahaan. Tak
terima dengan PHK sepihak, mereka menggelar aksi demonstrasi di Kantor Walinagari
Batang Barus.
Humas Serikat Pekerja Aqua Group Kabupaten Solok, Fuad Zaki
menyampaikan keluhannya kepada walinagari dan kebetulan waktu itu ada Bupati
Solok Epyardi Asda di lokasi.
"Kami menyampaikan keluh kesah tidak hanya sebagai
karyawan, tapi masyarakat Kabupaten Solok," kata Fuad, Senin (31/10) lalu.
Fuad menyebutkan, manajemen perusahaan memutuskan PHK pada 21
Oktober. Manejemen perusahaan menilai mogok kerja yang dilakukan tidak sah.
Padahal, kata Fuad, mogok kerja yang dilakukan telah sesuai
undang-undang. Salah satunya, karyawan telah memberikan pemberitahuan kepada
perusahaan 10 hari sebelum melakukan mogok kerja.
"Sejauh ini kami mogok dari tanggal 10-30 Oktober tertib
dan damai. Kami tidak pernah anarkis. Tapi perusahaan tidak terima, menilai
mogok kami tidak sah," sesalnya.
Selain itu, lanjut Fuad, sahnya PHK karyawan juga harus putusan
pengadilan. Atas dasar itulah ratusan karyawan dengan membawa keluarganya
melakukan aksi demonstrasi.
"Jadi kami menemui bupati, harapan bupati Solok memberikan
dukungan moral dan politis agar teman-teman bisa bekerja kembali. Karena
pekerja hanya meminta hak normatif yang belum terbayarkan. Kenapa harus di-PHK.
Kecuali kami melakukan tindakan anarkis," ujarnya. (ys)