Faktual dan Berintegritas


PADANG, SWAPENA -- Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengungkapkan berbagai temuan masalah yang dihadapi oleh para petani terkait penyebaran pupuk bersubsidi, khususnya di wilayah Sumatera Barat, Jumat (18/11).

Hal ini sebagai bentuk tindak lanjut pemeriksaan terhadap dugaan maladministrasi dalam pendataan dan penebusan pupuk bersubsidi menggunakan Kartu Tani di Indonesia.

Yeka menegaskan, Ombudsman RI telah menggali secara mendalam permasalahan yang dihadapi oleh para petani, sebagai penerima pupuk bersubsidi melalui audiensi yang melibatkan petani dan kelompok tani, penyuluh pertanian,  kios pengecer, distributor di wilayah Sumatera Barat, dan pihak HIMBARA (Bank Mandiri) secara simultan dalam kunjungan kerja selama 5 (lima) hari pada 14-18 November 2022.

"Ombudsman RI juga menggandeng Kementerian Pertanian RI selaku regulator program pupuk bersubsidi dan PT Pupuk Indonesia (Persero) selaku operator, untuk turut hadir mendengar langsung keluhan masyarakat sebagai penerima manfaat program pupuk bersubsidi," katanya.

Berdasakan hasil audiensi, terang Yeka, didapati beberapa hal yang menjadi keluhan masyarakat di wilayah Sumbar, di antaranya ketidakmerataan distribusi pupuk bersubsidi di berbagai wilayah di Sumbar. Ketimpangan antara biaya produksi dengan hasil panen, dimana biaya produksi lebih besar dibanding hasil panen yang didapatkan.

Besarnya tambahan biaya transportasi penyaluran pupuk bersubsidi, khususnya di Kepulauan Mentawai dan beberapa daerah lainnya yang memerlukan akses tambahan selain jalur darat. Ketidaksesuaian jadwal kedatangan pupuk bersubsidi dengan masa tanam para petani.

Tidak adanya transparansi informasi RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) di lapangan, khususnya pada kios pengecer, mengingat yang dipegang masih berupa data usulan kebutuhan bukan data alokasi pupuk bersubsidi.
Persoalan kartu tani antara lain tidak aktif, hilang, lupa pin atau pun tidak bisa digunakan yang disebabkan minimnya informasi yang diterima petani/Poktan. Penggunaan mesin EDC sebagai alat transaksi yang masih belum efisien dan terkendala jaringan/sinyal pada beberapa lokasi.

Lalu, terbatasnya ketersediaan alokasi pupuk bersubsidi jenis NPK, sebagai penerapan hasil kajian Unit Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian (Litbang Kementan) RI terhadap kondisi pertanahan pertanian di Indonesia.
Selain itu, Yeka menilai bahwa penggunaan kartu tani dalam penebusan pupuk bersubsidi dinilai dipaksakan. Sebagaimana terbitnya Surat Direktur Pupuk dan Pestisida Kementerian Pertanian perihal Penyaluran Pupuk Bersubsidi menggunakan Kartu Tani Nomor pada tanggal 21 September 2022 yang mengamanatkan dalam penebusan pupuk bersubsidi per 1 Oktober 2022 akan menggunakan Kartu Tani yang kemudian dilakukan pengunduran waktu menjadi per tanggal 1 Januari 2023.

Hal ini didukung juga data dari Bank Mandiri, bahwa per Oktober 2022 sebanyak 146.000 dari 372.000 target pendistribusian kartu tani di Kota Padang, belum terdistribusi dengan salah satu hambatan utamanya yaitu kesulitan melakukan pendistribusian secara langsung kepada petani.

Namun pada 2022 kembali digenjot pendistribusian, setelah terbit Surat Edaran Kementerian Pertanian mengenai penggunaan Kartu Tani. Tercatat per Oktober hingga November 2022 telah tersalurkan 20.000 kartu.

Selain itu, terkait validitas pendataan petani penerima pupuk bersubsidi juga perlu menjadi fokus mengingat 2024 akan mulai diterapkan program Subsidi Langsung Pupuk (SLP). Hal tersebut perlu disiapkan kematangan programnya, mengingat permasalahan utama pendataan adalah validitas datanya. (hn)
 
Top