KASUS gagal ginjal akut pada anak di Sumatera Barat terus bertambah. Data hingga Rabu kemarin, sudah 27 anak yang menderita penyakit itu. Dari jumlah sebanyak itu ada belasan anak yang meninggal dunia. Itu baru yang tercatat. Yang tidak tercatat, bisa jadi lebih dari itu.
Prihatin dan menyedihkan! Itulah kata yang tepat saat ini. Di saat kasus terus meningkat, tidak ada obat yang tepat dan tersedia. Pihak rumah sakit menunggu datangnya obat yang katanya dari Singapura.
Pemerintah atau pihak-pihak terkait terkesan tidak punya kekuatan untuk mencegah dan melawan serangan penyakit yang satu ini, padahal tingkat kematiannya sangat tinggi dibandingkan dengan pandemi Covid yang telah sepi dari pemberitaan.
Untung saja gagal ginjal akut pada anak ini tidak menular sebagaimana Covid. Sekiranya juga menular, maka berjatuhanlah korban meninggal setiap saat.
Walau demikian orang tua yang memiliki anak usia 6 bulan hingga 18 tahun sangat cemas dibuatnya. Apalagi ketika anak-anak mereka terserang demam atau batuk. Yang biasanya cukup dengan menkonsumsi obat sirop, sekarang itu dikatakan berbahaya dan itu pula yang dituding sebagai penyebab terjadinya gagal ginjal akut pada anak.
Sekali lagi tidak banyak yang dilakukan oleh pemerintah terhadap kasus gagal ginjal akut pada anak ini, kecuali sosialisasi, melarang anak-anak mengkonsumsi obat sirop tertentu, merazia apotek atau toko obat. Selain itu, mungkin juga menambah tempat tidur untuk perawatan pasien di rumah sakit. Sementara untuk lain-lain, tetap menunggu arahan dari pemerintah pusat, walau korban terus bertambah.
Sekadar mengambil perbandingan, ketika kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) menyerang ternak, pemerintah dari pusat hingga daerah kalang kabut dan langsung mengambil langkah-langkah, di antaranya memberi vaksin pada hewan ternak, mengisolasi ternak yang terindikasi terserang PMK. Tapi pada kasus satu ini, tidak demikian.
Lalu, apa akal orang tua lagi? Mau memberikan obat-obatan herbal dan tradisional kepada anak juga tidak terdengar rekomendasi dari pemerintah. Sebab, di Indonesia ini banyak sekali obat herbal yang dijual, sama halnya dengan tumbuhan yang bisa dijadikan obat. Lantaran tidak ada rekomendasi dari pemerintah atau pihak berkompeten, jelas masyarakat tidak mau mengambil risiko. Jangan-jangan nanti salah obat lagi.
Oleh karena itu, sementara menunggu datangnya obat untuk gagal ginjal akut pada anak, adalah sangat penting rasanya pemerintah atau pihak-pihak berkompeten memberikan arahan kepada masyarakat, terutama ketika anak-anak mereka memiliki gejala gagal ginjal akut tersebut. Begitu juga bagi anak-anak yang menderita demam dan batuk, apa upaya dari orang tua.
Sekali lagi ini penting agar masyarakat tidak kebingungan yang pada akhirnya akan semakin memperbanyak korban.
Soal pengobatan yang gratis melalui JKN, agaknya memang sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah. Yang jadi persoalan adalah, bagaimana masyarakat bisa mengatasi penyakit itu sebelum dibawa ke rumah sakit. Bukankah dari dulu langkah mencegah itu jauh lebih baik daripada mengobati? (Sawir Pribadi)