Miko Kamal |
PADANG, SWAPENA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Beberapa orang di lingkungan Mahkamah Agung (MA) diamankan. Salah satunya disebut hakim agung.
Ketua DPC Peradi Padang, Miko Kamal, S.H., LL.M., Phd dalam siaran persnya yang diterima media ini Kamis (22/9) menyebut kejadian ini sangat mengkhawatirkan, sekaligus menyedihkan. Hakim MA yang seharusnya menjaga gawang keadilan Indonesia ternyata masih menyimpan orang-orang yang mempermainkan keadilan itu sendiri.
Menurut dia, hal ini membuktikan bahwa praktik mafia peradilan di lingkungan MA masih ada, meski upaya-upaya pembersihannya sudah dilakukan sejak beberapa tahun belakangan. Kejadian ini patut diduga bahwa upaya-upaya pembersihan jajaran MA dari mafia peradilan hanyalah lips service belaka.
OTT tersebut juga menjadi potret bahwa sebenarnya praktik-praktik mafia peradilan di tingkat bawah seperti di pengadilan tinggi dan pengadilan negeri/tun/agama, terjadi secara masif. Sebab, di MA saja yang konon kabarnya menjalankan sistem pengamanan yang ketat, praktik mafia peradilan masih berlangsung. "Apalagi di jajaran bawahnya (pengadilan tinggi, pengadilan negeri/tun/agama) yang memiliki sistem pengawasan yang jauh lebih longgar," katanya.
Menurut dia dalam siaran pers tersebut, dugaan mafia peradilan di pengadilan tinggi, pengadilan negeri/tun/agama dapat ditelusuri dari praktik-praktik sebagai berikut:
1. Penundaan sidang dengan alasan yang dibuat-buat atau tidak masuk akal. Biasanya, pihak yang berperkara (terutama perkara perdata) dikondisikan untuk melakukan sesuatu agar proses persidangan berjalan sebagaimana harusnya (cepat dan sederhana).
2. Dalam perkara pidana, momen penahanan atau penangguhan penahanan dijadikan oleh pihak-pihak dalam mendapat uang haram dari pihak-pihak terkait.
3. Penundaan pembacaan putusan. Momen ini juga sering digunakan oleh para mafia untuk menunggu-nunggu para pihak yang mau menyuap hakim baik secara langsung maupun melalui pihak-pihak lainnya seperti panitera atau panitera pengganti.
4. Mempermain-mainkan eksekusi. Pihak yang sudah memenangi perkara harus membayar jauh lebih banyak dari biaya yang sebenarnya dalam rangka mendapatkan haknya. Dalam konteks ini, lakon utama mafia peradilan adalah juru sita pengadilan.
Terkait itu, DPC Peradi Padang mendukung sepenuhnya KPK membersihkan jajaran Mahkamah Agung dari para pelaku mafia peradilan. Pengawasan KPK harus lebih ketat terhadap lembaga peradilan, mulai dari MA, pengadilan tinggi sampai pengadilan negeri/tun/agama.
"Sebagai pertanggungjawaban moral, DPC Peradi Padang menuntut Ketua MA untuk segera mundur dari jabatannya. OTT ini membuktikan bahwa Ketua MA sudah gagal menjaga marwah lembaga yang dipimpinnya," kata Miko. (*)