RINDU itu telah menumpuk pada kampung halaman. Pada sanak saudara dan sahabat yang lama terpisah oleh laut, pulau hingga benua. Berbilang hari, minggu, bulan dan tahun tak bersua.
Dua tahun rindu itu ditahan. Alunan saluang dan bansi terdengar sayup-sayup makin meluluhkan hati nak bersua Ranah Minang. Video-video pendek di media sosial bagai tak mampu menawar rasa, malah menjadikan rindu kian berat. Yah, rindu itu kian berat Ketika semua dilarang dan semua dikunci.
Kini tiba masanya untuk pulang, menyilau kampung halaman, ranah tacinto. Tak peduli harga tiket melangit, atau perjuangan darat yang begitu berat. Semua bisa dihadapi demi sebongkah hati nan rindu. Rindu pada masakan orang tua, bahkan rindu pada sarengeh emak dan bapak.
Tanah Minang memang sakti. Tidaklah salah pribahasa yang mengatakan hujan emas di rantau orang, hujan batu di kampung sendiri, maka pasti kampung halaman disilau juga. Seracak-rancaknya negeri orang, jauh lebih rancak rumah kayu milik orang tua.
Percayalah, Minangkabau kini jauh lebih rancak dari negeri manapun. Pandanglah laut, lihatlah danau, gunung, lembah, ngarai dan sungai-sungai atau sawah yang berjenjang menjadi surga bagi siapapun. Maka tumpahkanlah rindu pada dia. Nikmatilah keindahan itu dengan jiwa, lalu bercerita nanti di rantau pada siapa saja.
Tumpahkanlah rindu pada Ranah Minang, potretlah dan tebar di sosial media agar dunia membaca. Ini adalah kesempatan luar biasa bagi semua untuk lebih mengenalkan Ranah Minang pada siapa saja di seluruh penjuru dunia.
Tumpahkanlah segala rindu pada ranah bundo, agar hati tak lagi taibo. Katakan pada dunia bahwa ranah ini adalah sepotong surga yang dikawal Marapi, Singgalang, Tandikek, Sago, Gunung Talang hingga Kerinci tegak menjulang. Katakan bahwa ada hamparan permadani cantik Bernama Danau Singkarak dan Maninjau, serta tiga danau berdekatan yang bisa sekaligus dipandangi, yakni Danau Diateh, Danau Dibawah dan Tanah Talang.
Tumpahkanlah rindu pada Ranah Minang, dan bisikkan pada Jam Gadang bahwa kamu akan kembali lagi untuk rindu nan sama di tahun depan atau depannya lagi. Ciumlah rumah gadang agar rindu itu tetap bersarang.
Percayalah, Ranah Minang selalu sabar menunggu. Sambil menunggu, terus bersolek hingga terlihat makain dewasa dan makin cantik, secantik gadis-gadis Minang.
Selamat pulang kampung wahai dunsanak dan selamat menikmati ranah nan elok ini. Patahkanlah anggapan segelintir orang bahwa di negeri ini ada bibit teroris yang dalam beberapa minggu terakhir terasa mengiris serta mengundang pandangan sinis. Patahkan pula anggapan beberapa orang bahwa negeri yang aman ini tidak toleran. Ini adalah tugas kita anak-anak Minang untuk membuktikan bahwa pandangan-pandangan minus dari sebagian kalangan adalah tidak benar.
Selamat datang wahai anak rantau. Mari kita bergandengan tangan untuk Ranah Minang yang lebih baik, lebih hebat dan lebih maju. Kita jaga bumi, adat dan budaya agar tetap lestari. Siapa lagi, kalau bukan kita anak-anak Minang. (Sawir Pribadi)