PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) melarang para menteri di kabinetnya untuk bicara soal penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Ini adalah peringatan keras dari kepala negara, lantaran dua persoalan itu akhir-akhir ini menyita perhatian berbagai pihak, termasuk sejumlah menteri.
Apa yang disampaikan Jokowi tersebut sekaligus menyampaikan pesan kepada siapa saja, bahwa ia patuh kepada konstitusi. Bagaimanapun, pemilu sudah diputuskan pada Februari 2024 mendatang. Begitu juga dengan jabatan presiden, sudah diatur konstitusi yakni UUD 1945 Pasal 7. Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Artinya, masa jabatan presiden ditetapkan maksimal dua periode.
Karenanya, kita setuju dengan peringatan dari Presiden Jokowi kepada para menterinya untuk berhenti membicarakan dua hal yang sudah final tersebut. Interpretasinya lebih jauh, tentulah menyentil anggota kabinet untuk fokus pada tugas masing-masing. Sebab, masa kepemimpinan Jokowi di lima tahun kedua ini tinggal dua tahun lagi.
Selain itu, yang lebih penting lagi adalah melihat kondisi sekarang, begitu banyak persoalan yang tengah terjadi. Masyarakat sedang memikul beban berat, lantaran kenaikan harga sembilan kebutuhan pokok. Layangkanlah pandangan jauh dan tukikkan padangan dekat, tidakkah terlihat kaum ibu yang antre minyak goreng di tengah terik matahari? Tidak pulakah terlihat kaum bapak yang tengah antre solar siang malam? Bahkan dalam seminggu terakhir ditambah pula dengan antrean pertalite, lantaran adanya kenaikan BBM non subsidi, Pertamax.
Untuk diketahui dan disadari, antrean-antrean itu bukanlah tontonan menarik atau tidak pula hiburan di kala pandemi. Itu adalah bukti masyarakat tengah sulit. Mereka meratap, tidak saja karena kesulitan BBM dan minyak goreng, tapi juga menjerit akibat harga-harga kebutuhan pokok yang naik.
Adalah tepat Presiden Jokowi meminta para menterinya untuk peka atau sensitif dengan kondisi rakyat saat ini (sense of crisis). Makanya ini yang harus diseriusi, bukan membicarakan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden dengan berbagai dalih yang terkesan dicari-cari.
Hal-hal yang sudah final diatur oleh undang-undang, sebaiknya tidak lagi dijadikan polemik, apalagi itu dibicarakan oleh pihak-pihak yang bukan bidang kerjanya. Biarlah urusan pemilu menjadi kapling KPU. Jika memang ada yang harus direvisi, itu menjadi ranah politisi di Senayan.
Di Minangkabau, ada istilah, “nan indak gata usah digawik. Salah-salah bisa manjadi tukak” (yang tidak gatal jangan digaruk, bisa-bisa menjadi borok). Makanya, kembalilah kepada tugas dan tanggung jawab masing-masing, bekerjalah untuk mensejahterakan rakyat dan jangan cuma ada pada pidato penghias bibir. Mudah-mudahan dengan peringatan dari Presiden Jokowi tersebut, yang keliru selama ini bisa Kembali ke jalan yang benar. Semoga! (*)