Maket |
PADANG, SWAPENA -- Pemerintah Provinsi Sumatera Barat kembali menindaklanjuti rencana pembangunan jembatan layang Sitinjau Lawik. Untuk pembangunan jalan tersebut diperkirakan membutuhkan anggaran senilai Rp1,2 triliun.
Jalan itu akan melingkar dengan kaki-kaki yang tinggi, sehingga kelandaiannya tidak begitu terjal. Jalan itu nantinya juga tidak akan melewati tikungan-tikungan maut yang ada sekarang. Namun, akan masuk dari Lubuk Paraku kemudian menanjak naik melalui jembatan.
Badan jalan juga akan dibuat lebih lempang dari sekarang. Dalam rencananya, lebar jalan nantinya dibuat empat lajur dengan dua arah.
"Kita sedang berupaya melengkapi semua persyaratan, karena secara prinsip Kementerian Bappenas dan PUPR sangat mendukung rencana kita ini," sebut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumbar, Medi Iswandi Kamis (6/1).
Dikatakannya, respon tersebut didapatkan setelah menggelar rapat dengan Bappenas dan PUPR. Dari persyaratan yang ada Feasibility Study (FS) sejak 2013 dipersiapkan Balai Jalan Nasional. Kemudian Detail Engineering Design (DED) sudah disiapkan sejak 2015, dan Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) pada 2019. Hanya saja DED sudah melebihi 5 tahun, perlu didesain ulang.
Hanya saja proses masih membutuhkan pinjam pakai penggunaan hutan lindung. Sebab, kawasan itu melewati hutan lindung.
"Sekarang yang tinggal lagi adalah izin pinjam pakai hutan lindung. Sekarang kita sedang menghitung berapa luas terpakai, jika kurang dari 5 hektar, suratnya bisa gubernur saja mengeluarkan. Tapi melebihi itu, maka harus ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)," katanya.
Saat ini, katanya Pemprov Sumbar juga sudah mendapatkan dukungan secara prinsip dari Jambi dan Riau untuk pembangunan jembatan layang tersebut. "Kita juga akan diberikan surat dukungan dari Jambi dan Riau, saya sudah bertemu," katanya.
Sebelumnya pada rapat koodinasi pembangunan jembatan layang tersebut Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) III Padang, Syah Putra A. Gani, mengatakan perlu evaluasi-evaluasi lagi untuk kebutuhan fisik banguanan lebih baik lagi yang akan digunakan.
"Kondisi kita saat ini, lokasi kita ini memang lokasi daerah gempa. Jadi DED kita dalam lima tahun sudah berubah banyak, maka perlu direview lagi. Demi untuk menghindari dampak fatal dalam melakukan pembuatan yang panjang di daerah patahan itu, kita harus waspada. Ini kegiatan yang mahal jadi harus bicara yang mudah-mudah dulu," katanya.
Pada DED, ada dua alternatif yang desain yang pertama untuk dua jalur, dua arah estimasi uangnya kisaran Rp513 miliar. Kemudian desain yang kedua untuk empat jalur dua arah itu ada di kisaran Rp1,163 triliun.
"Kalau bisa kita memilih lebih bagus empat jalur dua arah. Karena kondisi daerah itu padat, tanjakan, turunan. Kalau memang di jalur itu dapat melegakan pengemudi, kita tetap mengharapkan diakomodir Rp1,163 triliun," ungkapnya.
Kepala Dinas Kehutanan Sumbar, Yozarwardi mengatakan hutan lindung pada Panorama I terdapat 1.310 meter. Kurang lebih 3,39 hektare. Dan 1.270 itu adalah APL dan 20 meter tubuh air. "Jadi hanya 3,39 hektare ini sesuai dengan ketentuan untuk memberikan persetujuan pinjam pakai kawasan hutan dapat dikeluarkan gubernur," katanya.
Sementara itu pada Panorama II terdapat 7,47 hektare hutan lindung. Selain itu juga terdapat kurang lebih 4,14 haktare pada Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam (KSA/KPA). Kawasan ini merupakan kewenangan dari KLHK dan 7,47 hektare kewenangannya pada kementerian.
"Jadi menteri nanti yang akan memberikan persetujuan pinjam pakai kawasan hutan. Jadi kalau Panorama I cukup sampai pada Pak Gubernur, Panorama II ada dua pola, yakni persetujuan penggunaan hutan dari kementerian dan juga melalui perjanjian kerja sama (PKS) dengan KSDA," katanya. (ys)