Danau Singkarak |
PADANG, SWAPENA -- Gubernur Sumatera Barat, bersama tiga bupati, Forkopimda serta Kementerian ATR/BPN, Kemen PUPR dan Komisi Pemberantasan Korupsi, sepakat berkomitmen untuk menjalankan fungsi dan perannya masing-masing untuk menyelamatkan dua objek vital yang ada di Sumbar, yakni dua danau prioritas nasional, Danau Singkarak dan Danau Maninjau. Ketegasan itu terungkap dalam focus groups discussion (FGD) Kolaborasi Penyelamatan Danau Prioritas Nasional, di ZHM Premiere Hotel, Padang, Jumat (28/1).
Hadir sebagai pembicara dalam kegiatan
yang digelar oleh Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan
Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kemen
ATR/BPN) tersebut, Gubernur Sumbar Mahyeldi, Dirjen Pengendalian dan Penertiban
Tanah dan Ruang Kemen ATR/BPN Budi Situmorang, Deputi koordinasi dan supervisi
Komisi Pemberantasan Korupsi Yudhiawan Wibisono, dan Direktur Sumber Daya Air,
Kementerian PUPR, Jarot Widyoko. Sedangkan sebagai penanggap menghadirkan
Bupati Solok Epyardi Asda, Bupati Tanah Datar Eka Putra, dan Bupati Agam Andri
Warman.
Bupati Agam menyatakan, sudah menjadi
program prioritas Pemkab Agam untuk menjadikan Danau Maninjau sebagai objek
wisata unggulan. Pemkab bersama masyarakat siap menyelamatkan Danau Maninjau,
namun butuh bantuan pusat, karena terkendala biaya yang besar.
Bupati Tanah Datar, Eka Putra juga
menyatakan komitmennya. Bahkan menurut Eka, Ranperda RTRW sudah dalam proses.
Selain itu, ia mengaku kekurangan tenaga dalam upaya penertiban bangunan liar
yang ada di sepanjang Danau Singkarak.
Hal senada disampaikan Bupati Solok
Epyardi Asda. Ia bahkan mengajak para pembicara untuk bersama-sama melihat
langsung kondisi Danau Singkarak saat ini, banyak berdiri bangunan liar.
Menurut Epyardi, pihaknya telah berupaya untuk menertibkan bangunan–bangunan
reklamasi dengan cara menyegelnya.
“Kami memohon kepada Bapak untuk
memberikan dukungan moril kepada kami semua dengan komitmen Kabupaten Solok
siap melaksanakan arahan dari Bapak semua dan siap untuk melakukan bersama demi
maju dan revitalisasi. Mudah- mudahan dengan adanya bantuan dan arahan dari
Bapak temasuk dari Bapak Gubernur bisa kita merevitalisasi Danau Singkarak,”
ucap Epyardi.
Gubernur Sumbar Mahyeldi menyampaikan
beberapa solusi berupa program berkesinambungan yang bisa dilakukan untuk
penyelamatan danau dengan optimalisasi peran nagari. Menurut dia, nagari bisa
tampil sebagai fungsi kontrol paling dekat dengan danau.
“Solusi sepadan danau, bisa
dimaksimalkan dengan fungsi kontrol nagari. Tingkatkan fungsi pengawasan
nagari. Kita siap bersinergi dan kerja sama dalam rangka untuk pengendalian
Danau Maninjau dan Danau Singkarak. Namun memang perlu dukungan dari pusat,
tidak kuat kita sendiri,” kata Buya Mahyeldi.
Dirjen Pengendalian dan Penertiban Tanah
dan Ruang Kemen ATR/BPN Budi Situmorang menjelaskan, tujuan diadakannya FGD itu
adalah untuk menegaskan bahwa negara tidak absen dan pemerintah ingin
menyelamatkan 15 danau prioritas nasional yang dua di antaranya berada di
Sumbar. Hal ini bahkan menjadi perhatian khusus Presiden Joko Widodo dengan
terbitnya Perpres No. 60 Tahun 2021.
“Danau sebagai objek vital perlu kita
selamatkan. Negara hadir dan secara tegas akan melakukan sanksi pidana sebagai
kebijakan terakhir jika sudah kebablasan. Melalui FGD ini kita harap kita bisa
mengetahui peran kita masing-masing. Danau prioritas ini ada nilai
strategisnya. Ada nilai ekonomis, ekologis, dan sosial budaya. Beberapa danau
kondisinya terancam terdegradasi karena pembangunan, pemukiman, dan lainnya.
Danau ini juga aset yang harus dijaga untuk generasi selanjutnya,” kata Budi.
Salah satu peran yang bisa dilakukan
kepala daerah menurut Budi adalah dengan menetapkan instrumen pengendalian
danau dalam rencana tata ruang tata wilayah (RTRW) masing-masing daerah.
“Pemanfaatan ruang mesti kita kendalikan, bupati memegang peran utama. Kita
ingin instrumen pengendalian dimasukkan dalam RTRW, sehingga tidak akan
kejadian apa yang telah terjadi di banyak daerah, danau dan situ yang hilang
akibat reklamasi dan pemukiman,” tambah Budi.
Kemudian, Direktur Sumber Daya Air,
Kementerian PUPR, Jarot Widyoko memaparkan daerah sempadan danau harus berjarak
100 meter dari dari danau atau minimal 50 meter. Hal ini untuk mengantisipasi
daya rusak air. Lalu, untuk pembangunan yang dibolehkan di daerah sempadan danau
hanya bangunan untuk pengelolaan sumber daya air, bangunan ketenagalistrikan,
jalur pipa gas dan air minum, bentangan kabel listrik dan komunikasi serta
prasarana pariwisata, olahraga dan keagamaan.
“Semua itu diperbolehkan dengan catatan
asal ada izin. Sedangkan untuk bangunan yang sudah terlanjur ada sebelum
terbitnya PP 60 tahun 2021, statusnya status quo. Artinya dibiarkan saja, tidak
boleh direhab dan izin tidak diberikan lagi,” ungkap Jarot.
Terakhir, Deputi Koordinasi dan
Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi Yudhiawan Wibisono menjelaskan kehadiran
KPK dalam persoalan danau ini adalah bagian dari tugas pokok KPK dari sisi
pencegahan.