KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan lagi menggunakan istilah operasi tangkap tangan (OTT) terhadap terduga pelaku korupsi. Yang akan digunakan ke depan adalah istilah tangkap tangan.
Dikutip dari laman kpk.go.id, pada Pasal 1 butir 19 KUHAP arti tertangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya.
Tak ada OTT lagi, hanya sekadar ganti istilah. Orang awam menyebut, cuma kehilangan satu huruf ‘O’ saja. Pada hakikatnya KPK tetap akan menggerebek dan menangkap pihak-pihak yang diduga melakukan tindak kejahatan korupsi di republik ini.
Kalau cuma ganti istilah, barangkali tidak ada yang mesti dijadikan polemik tajam. Yang terpenting bagi kita, KPK tetap punya nyali dan taji. Justru diharapkan tajinya makin tajam dalam memberantas korupsi. Lebih dari itu, tentu sekaligus mencegah agar tidak ada lagi korupsi.
Jika kita melihat fakta yang terjadi hari ini, bekum genap satu bulan tahun 2022 berjalan, sudah ada sejumlah kepala daerah dan pejabat lain yang berhasil ditangkap KPK. Terakhir terjadi pada Bupati Langkat, Sumatera Utara. Sebelumnya pada Bupati Paser Penajam Utara, Kalimantan Timur dan Walikota Bekasi, Jawa Barat. Juga ada penangkapan terhadap hakim di Surabaya, Jawa Timur dan lainnya.
Artinya, patut kita syukuri hingga sekarang komitmen KPK untuk membersihkan negeri ini dari ‘penyakit’ korupsi masih tetap terpelihara. Plt juru bicara KPK Ali Fikri menyebutkan, sejak KPK berdiri sudah melakukan sebanyak 141 OTT.
Seperti disebutkan di atas, setelah tak ada istilah OTT nantinya, diharapkan fungsi KPK tidak melemah. Biarlah tanpa ‘O’, namun taji KPK semakin tajam lagi dari yang sudah-sudah. Karena kita yakin, korupsi masih akan tetap ada di bumi pertiwi ini. Banyak orang atau sebutlah oknum pejabat yang tidak pernah merasa puas dengan uang dan harta. Makanya tidaklah salah, bila ada yang mengistilahkan bahwa uang sama saja dengan air laut. Semakin diminum semakin dahaga dibuatnya.
Oleh karena itu, selain mempertajam taji, diharapkan KPK juga mempernyaring telinga. Karena diakui atau tidak, watak koruptor itu adalah memanfaatkan kesempatan kapan dan di mana saja. Ingat, istilah Bang Napi bahwa kejahatan itu terjadi bukan hanya karena ada niat, tetapi juga karena adanya kesempatan.
Justru itu, fungsi pengawasan juga perlu lebih ditingkatkan, agar korupsi bisa dieliminir hingga dikikis habis. Semoga! (Sawir Pribadi)