Ilustrasi |
MENTERI Keuangan Sri Mulyani mewanti-wanti para pejabat dan seluruh jajarannya untuk mencegah hal-hal yang mendekati pada tindak korupsi. Hal yang mendekati tindak korupsi itu di antaranya bersikap tidak integritas dan penuh kepura-puraan atau tidak jujur.
Pesan begini tentulah ujungnya tercipta pemerintahan yang benar-benar bersih, bebas dari korupsi. Sebab, Kementerian Keuangan dari atas hingga bawah adalah kawasan yang sangat rawan terhadap korupsi. Maklum, Kemenkeu adalah bendahara negara.
Kita jelas sangat setuju dengan apa yang dikatakan Menteri Sri Mulyani itu. Sekalipun yang diingatkan adalah jajaran Kemenkeu, namun selayaknya kementerian dan lembaga lainnya penting memahaminya. Sebab, tindak kejahatan berupa penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan semakin merajalela dan sudah menjadi penyakit di negeri ini.
Sebagai bukti kian maraknya korupsi di Indonesia adalah sebagaimana diutarakan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri. Ia menyebutkan sepanjang 2021 ini KPK sudah menangkap 109 tersangka pelaku korupsi.
Ini baru yang diamankan KPK. Belum lagi yang diusut oleh penegak hukum lainnya seperti Kejaksaan. Prihatin kita!
Ada yang perlu disadari, terjadinya tindak kejahatan selain karena ada niat dari pelaku, juga lantaran ada kesempatan. Lalu dengan apa dibentengi perilaku korup demikian? Kejujuran!
Ya, kejujuran adalah sikap mutlak yang diyakini bisa membentengi seseorang dari perilaku korup, bukan tingkat pendidikan atau gelar yang bertengger di awal maupun akhir nama. Setinggi apapun jabatan, sebanyak apapun gelar yang melengket di nama seseorang belum akan menjamin yang bersangkutan untuk tidak korupsi.
Sebaliknya, serendah apapun pendidikan seseorang, tapi ia punya integritas dan punya kejujuran, maka ia berpantang untuk mengambil yang bukan haknya. Seorang cleaning servis menemukan tas berisi uang banyak, lantas menyerahkan kepada pemiliknya, lantaran ia tahu itu bukan haknya.
Sebaliknya, para pelaku tindak pidana korupsi yang sudah bertekuk lutut di Gedung Merah Putih adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi. Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron merisaukan 86 persen koruptor itu bergelar sarjana atau punya pendidikan tinggi S2. Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi seharusnya memiliki dedikasi yang juga tinggi.
Prihatin, risau kita menyaksikan kondisi negeri ini. Banyak orang hebat yang memanfaatkan kehebatannya untuk korupsi. Lebih prihatin lagi, kejadiannya berlangsung di saat utang negara ini sangat besar, di saat musibah silih berganti.
Negeri ini butuh orang-orang jujur. Tak cukup hanya dengan orang-orang hebat saja. Negeri ini butuh orang-orang berintegritas, punya rasa malu pada diri sendiri sekiranya mengambil yang bukan milik sendiri. Jika cuma malu dengan teman atau takut dengan atasan, semua bisa dikelabui. Tapi malu dengan diri sendiri, dipastikan senantiasa akan bersikap jujur dalam segala situasi dan kondisi.
Oleh karena itu, apapun jabatan, di manapun posisi, harusnya menempatkan orang-orang yang jujur, berintegritas dan punya rasa malu. Mudah-mudahan dengan demikian negara kini akan sembuh dari sakit korupsi. Semoga! (Sawir Pribadi)