Ilustrasi |
JUMAT (17/12) menjelang senja, mobil bergerak membelah hujan lebat di Kota Padang. Ada keperluan yang tidak bisa ditunda ke Painan.
Genangan demi genangan air diterjang roda kendaraan. Mendesing bunyinya.
Kalaulah bukan karena ada yang teramat penting tak mau hati ini keluar kota dalam situasi dan kondisi begini. Risiko tinggi!
Sepanjang perjalanan, informasi banjir setinggi satu meter lebih di Jongah, Kecamatan Koto XI Tarusan beberapa kali saya terima. Tapi sekali lagi, karena teramat penting, berharap banjir itu segera surut.
Selepas menunaikan Shalat Magrib yang dijamak dengan Isya di masjid Siguntur Muda, mobil meluncur ke arah Selatan. Sepi sekali jalan terasa. Mungkin karena memang kendaraan yang dari arah berlawanan tengah terjebak banjir.
Si sulung yang pegang kemudi terlihat bekerja keras menembus hujan. Saya selalu bilang hati-hati, jangan terlalu ditekan gasnya.
Perasaan mulai tak enak selepas Siguntur. Jalanan benar-benar sepi. Padahal belum jam 9 malam. Di depan ada satu unit kendaraan bak terbuka dengan pelat nomor masih putih alias pelat dealer.
Satu titik longsor bertemu menjelang Sungai Lundang. Masih bisa lewat. Hanya sekitar 200 meter selepas itu tiba-tiba bukit longsor menimbun jalan Padang-Painan. Mobil bak terbuka yang ada di depan nyaris dihantamnya. Untung saja sang sopirnya injak rem mendadak.
"Cepat rem! Tahan!" Saya bilang ke si Sulung yang pegang kemudi dan mobil berhenti mendadak.
"Segera mundur dan putar arah!" Kembali saya beri komando pada si Sulung.
"Alhamdulillah, Allah melindungi kita. Tadinya abg mau mendahului pikap itu," ucap si Sulung setelah mobil diputar arah dan istirahat di salah satu rumah makan.
Saya tak bisa membayangkan jika saja tadi si Sulung berhasil mendahului mobil bak terbuka, mungkin kami yang dihantam longsor. "Alhamdulillah, Allah melindungi kita," ujar saya kepada keluarga.
Hingga tulisan sederhana ini dishare, kami masih bertahan menunggu kedatangan petugas untuk menyingkirkan material longsoran. Sayangnya saya tak sempat ambil gambar, selain karena kelam juga lantaran takut akan longsor susulan. (Sawir Pribadi)