LIMAPULUH, SWAPENA -- Nenek Nurjani (80) disambangi tim media dan LSM Sago Peduli, siang tadi, Rabu (20/10). Walau gerimis menemani perjalanan lebih kurang 1 jam 30 menit dari pusat Kabupaten Limapuluh Kota, namun lelah terobati.
Gubik bambu beratapkan terpal berukuran super mini 2 x 2 meter itu menyambut kedatangan tim. Wajah keriput dengan senyum penuh semangat dari nenek yang hidup sebatang kara itu. Dinginnya cuaca seakan berubah menjadi panas melihat pancaran senyuman dari sang nenek.
Keberadaan rumah itu di Jorong Subaladuang, Nagari Sungai Kamuyang, Kecamatan Luhak, Kabupaten Limapuluh Kota. Ditinggal sang suami beberpa tahun silam membuat Nurjani hidup seorang diri. Nyaris tidak ada perabot rumah tangga yang layak, hanya peralatan dapur sekadarnya.
Sudah lebih 10 tahun rumah itu dihuni Nurjani. Ia bertahan hidup dengan hanya mengandalkan uluran tangan masyarakat. Mau bekerja, fisik Nurjani yang sudah tua tidak mendukung.
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sago Peduli Indonesia (SPI), Bambang Heri sangat terenyuh menyaksikan kondisi tempat tinggal yang hanya berukuran 2 x 2 meter. It hanya dihuni seorang diri. Sakit hidup ditanggungnya sendiri di gubuk itu.
"Kita berharap pemerintah dan seluruh masyarakat dapat membantu nenek Nurjani, membuatkan rumah yang layak huni," harapnya di temani anggota LSM SPI Ady Parker dan sahabat SPI lainnya.
Wali Nagai Sungai Kamuyang, Dedi Sunardi menerangkan kalau nenek Nurjani Asli Batu Badarah dan dibawa suami menetap di Sungai Kamuyang. Ia mempunyai 2 orang anak.
"Berdasarkan penyampaian perangkat nagari, bantuan sosial dan ekonomi sudah cukup. Nagari akan berupaya memperjuangkan rumah yang tidak layak huni ini menjadi layak huni," kata Dedi Sunardi saat dihubungi media via telepon.
Melanjutan perjalanan kemanusiaan, dari info yang diberikan masyarakat, tim melanjutkan perjalanan beberapa meter dari lokasi Nurjani, masih di nagari dan jorong yang sama. Sahabat SPI juga menyambangi rumah Asril (67).
Tak jauh beda dengan rumah nenek Nurjani, rumah Asril hanya berlantai tanah dan dinding plastik. Ia juga hidup sebatang kara. Sangat menyentuh perasaan kondisi rumah Asril setelah terbakar, hanya tidur beralaskan papan dan dinding plastik.
Kehidupan Nurjani dan Asril mungkin hanya sebagian kecil dari potret kemiskinan di negeri yang kaya akan sumber daya alam. Diperkarakan masih banyak masyarakat daerah itu yang hidup memprihatinkan di bawah garis kemiskinan. (far)