Sawir Pribadi |
SATUAN Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 merilis data kepatuhan warga terhadap protokol kesehatan, terutama dalam menggunakan masker dan menjaga jarak berdasarkan desa dan kelurahan. Dari data tersebut terungkap Sumatera Barat bersama Gorontalo dan Maluku Utara sebagai tiga besar provinsi yang warganya tidak patuh.
Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Covid-19, Dewi Nur Aisyah mengatakan sebanyak
59% kelurahan dan desa (nagari) di Sumatera Barat tidak patuh terhadap pemakaian masker. Secara nasional angka itu menempati urutan ke dua tidak patuh setelah Provinsi Gorontalo. Sedangkan di urutan ke tiga ada Provinsi Maluku Utara.
Bagi Sebagian besar masyarakat, data tersebut tentu tidak lagi mengejutkan. Karena memang dalam keseharian, begitu banyak masyarakat yang tidak mengenakan masker dan menjaga jarak di daerah ini. Kalaupun ada yang terpaksa menggunakan masker, cumasekadar penjawab tanya saja, yakni dipasang di dagu.
Jika tidak percaya, lihatlah di tempat-tempat umum banyak masyarakat yang santai-santai saja tanpa masker. Apalagi di kampung-kampung, nyaris tidak banyak yang memakai masker.
Pemerintah memang telah mengeluarkan aturan, mulai dari pusat hingga daerah mewajibkan masyarakat memakai masker jika beraktivitas di luar rumah, tapi nyatanya aturan tinggal aturan dan masyarakat sesukanya saja tidak mematuhi.
Lebih dari itu, sosialisasi dan imbauan demi imbauan terus dilakukan baik secara tertulis maupun lisan senantiasa dilakukan oleh pemerintah dan relawan, namun yang terbiasa tanpa masker tetap saja begitu. Salah satu penyebabnya yaitu adanya ketidakpercayaan sebagian masyarakat akan virus Corona.
Ya, mereka adalah kelompok-kelompok yang bandel dan tidak percaya dengan keberadaan virus tersebut, walau dalam kenyataan sudah ribuan yang meninggal dan puluhan ribu yang terpapar. Data Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Sumatera Barat, hingga Rabu (4/8) jumlah penduduk Sumbar yang terpapar Covid-19 sebanyak 74.669 orang. Itu yang tercatat saja dan diperkirakan banyak pula yang tidak memeriksakan diri. Sedangkan yang meninggal dunia sudah lebih dari 1.500 orang.
Nampaknya bagi yang tidak percaya atau yang bandel dengan prokes, angka-angka demikian tidak cukup sebagai bukti. Mereka tentu punya seribu satu alasan pula, antara lain kematian adalah soal ajal, yang sakit juga sudah ada semenjak dunia ini ada dan seterusnya.
Lalu apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dan pihak-pihak terkait? Dalam hal ini memang diperlukan kesabaran dan sosialisasi secara masiv kepada masyarakat. Mereka yang tidak percaya itu haruslah disadarkan. Jika tidak, pertambahan angka positif dan kematian akibat Covid-19 akan tetap tinggi.
Bukankah dalam satu bulan terakhir kita begitu miris dan ngeri melihat pertambahan korban keganasan virus Corona tersebut? Angka seribu yang selama ini tidak pernah ada dalam pertambahan kasus harian, akhir-akhir ini justru sering terlewati. Begitu ganasnya serangan virus Corona dimaksud.
Semoga saja, pihak-pihak yang bandel dan pihak-pihak yang tidak percaya akan adanya virus Corona tersebut bisa cepat sadar, sehingga dengan demikian Sumbar tidak lagi dicap sebagai provinsi yang tidak patuh akan protokol kesehatan, sekaligus sebagai wujud keberhasilan melawan pandemi Corona. Semoga! (*)