UDARA sore di kota ini sedikit lebih sejuk dibanding siangnya yang panas berdengkang. Jalanan tidak bagitu ramai, maklum sedang berlangsung PPKM Mikro.
Jam di tangan menunjukkan hampir pukul 5. Sebagimana biasa jam segitu perut sudah manggareok minta sokan alias nasi. Tak bisa dilengah dengan roti. Kalau pun diganti hanya bisa dengan ubi.
Tujuan sore itu hanya lepau nasi bukan restoran. Ini terkait erat dengan isi pundi-pundi. Karena sedang pandemi, aku lebih memilih yang menyediakan masakan panas, maka mendaratlah di lepau nasi masakan dari seberang. Di sana menyediakan makanan yang baru saja keluar dari kuali. Angek!
Nasi angek, samba angek, air minum pun angek. Ini yang aku cari. Saran dari para ahli aku pahami, yang segala panas lebih baik dikonsumsi selama pandemi.
Di lepau atau lebih tepat disebut warkali alias warung kaki lima yang biasanya ramai, kepatang itu sangat sepi. Selain aku, hanya ada seorang laki-laki yang lebih dahulu menikmati hidangan. "Betapa yang menggalas ini rugi," kataku dalam hati.
Pesanan tiba dan aku nikmati. Karena panas tentu makannya secara hati-hati. Dihembus-hembus agar bisa dinikmati. Begitu benarlah! Hihi....
Sedang menikmati, tiba-tiba para karyawannya berkelibut. Meja-meja kosong dinaikkan kursi. Tadi kursi di bawah, kini di atas meja lagi.
"Ada apa dek?" Aku bertanya memang dengan bahasa Indonesia, karena dia bukan orang Bukittinggi atsu bukan pula dari Kinali, tapi dari seberang sana.
"Kita sudah diingatkan Pak. Kemarin dimarahin, jam lima harus tutup lagi. Kalau masih ada pembeli, dibungkus saja lagi," begitu jawab anak muda itu menjelaskan.
Pahamlah aku kini, ternyata masyarakat sudah memakkumi aturan pemerintah tentang pepekaem mikro. Nah bagaimana yang lain? Ini untuk kesehatan dan keselamatan kita, ayo patuhi protokol kesehatan dan aturan yang diberlakukan. Ayo di rumah ajalah! (Sawir Pribadi)