Sawir Pribadi |
VIDEO yang menayangkan Bupati Solok, H. Epyardi Asda memarahi pimpinan dan petugas Puskesmas Tanjuang Bingkuang, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok viral di media sosial hingga grup-grup percakapan. Konon kemarahan sang bupati dipicu oleh pelayanan puskesmas tersebut yang dinilai mengecewakan masyarakat. Unit Gawat Darurat (UGD) yang semestinya beroperasi 24 jam, ternyata tutup pada pukul 17.00 WIB atau jam lima sore.
Sebelumnya, pada pertengahan Mei lalu, tepatnya di hari pertama Aparatur Sipil Negara (ASN) masuk kerja seusai libur Hari Raya Idul Fitri 1442 H, Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi juga marah kepada ASN, termasuk kepada Sekda-nya. Hal itu lantaran ASN memakai pakaian 'belang' atau tidak seragam. Sebagian pakai baju Korpri, sebagian lagi tidak, padahal hari itu adalah tanggal 17 Mei, yang seharusnya ASN memang mengenakan pakaian Korpri.
Itu hanyalah dua contoh kemarahan kepala daerah. Mungkin masih banyak lagi kemarahan-kemarahan kepala daerah yang tidak terespose ke permukaan, lantaran tidak diketahui wartawan dan masyarakat umum. Atau mungkin juga marahnya disurukkan di ruangan kerja.
Agaknya tidak ada seorang kepala daerah pun di negeri ini yang sengaja membawa marah dari rumah. Misalnya marah-marah saja sampai ke kantor gara-gara sarapan keasinan atau kopi kurang gula dan lain sebagainya. Tidak ada!
Artinya, tidak mungkin mereka marah-marah saja tanpa sebab. Bagaimanapun seseorang punya riwayat darah tinggi, atau sedang tasumbek saringan hawanya, pasti tidak akan mau marah-marah saja tanpa sebab. Begitu benarlah!
Lalu, bagaimana dengan marahnya Bupati Solok Epyardi Asda yang viral itu? Ya, kan karena ada sebab. Kabarnya beberapa hari sebelumnya, terjadi kecelakaan lalu lintas di depan Puskesmas Tanjuang Bingkuang. Masyarakat setempat yang memberi pertolongan menggotong korbannya ke puskesmas tersebut, namun apa yang didapati? Unit Gawat Darurat (UGD)-nya sudah tutup. Akhirnya masyarakat marah, dan sampailah kabar itu ke telinga Epyardi Asda.
Sebagai Bupati, Epyardi Asda jelas tidak mau menerima informasi demikian mentah-mentah. Ia kemudian melakukan inspeksi mendadak ke Puskesmas Tanjuang Bingkuang untuk mencari kebenaran dari informasi demikian. Semacam cek dan ricek-lah!
Benar saja, ternyata kejadian itu memang ada. Tidak hanya berhenti di situ, sang Bupati mengorek banyak hal, dan tentu banyak pula yang didapat, terkait jeleknya pelayanan kepada masyarakat. Bahkan, mantan anggota DPR-RI itu mendapatkan surat penyataan terkait penolakan memberikan pelayanan lengkap dengan materai.
Inilah yang membuat Bupati Epyardi Asda marabo. Puncak kemarahan, ia merobek selembar surat, lalu membanting ke lantai.
Sebelum itu, bupati ini juga marah lantaran adanya dugaan penyalahgunaan ambulans nagari oleh oknum walinagari. Sebagai bentuk kemarahannya, ambulans di sejumlah nagari ditarik.
Perlu diketahui, bahwa marahnya seorang kepala daerah kepada bawahannya ibarat marahnya seorang bapak kepada anaknya. Tidak ada di dunia ini seorang ayah yang tidak akan marah melihat kelakuan anaknya ketika keluar dari garisan atau aturan yang dibuat. Jika begitu, harus pulakah anak marah kepada bapaknya? Tentu tidak. Hanya anak durhakalah yang berbuat demikian.
Hanya saja, kemarahan orang tua kepada anak, terkadang menghantam psikologi sang anak. Seorang anak yang dimarahi habis-habisan di depan teman-temannya atau di dekat orang ramai, pastilah membuat malu sang anak dimaksud. Hal itu bisa saja berakibat sang anak menjadi trauma, tidak mau bergaul, mengurung diri dan bahkan bisa saja mencari pelampiasan pada yang lain.
Namun bagi orang tua yang bijak, tidak akan mau memarahi anak di depan orang ramai. Seemosinya orang tua, ia akan marahi anaknya di rumah sendiri.
Kembali ke video yang viral dimaksud, tergambar jelas bahwa Bupati Epyardi Asda ingin sekali memberikan yang terbaik bagi masyarakatnya dengan memperbaiki sekalian yang kurang pas selama ini. Hanya saja, langkah sang bupati tersebut tidak teriringi oleh sejumlah stafnya. Mereka masih terlena dengan masa-masa lalu dan lupa dengan filosofi Minang ‘sakali aia gadang, sakali tapian barubah’.
Pelajaran yang bisa diambil, terutama oleh ASN pada unit kerja pelayanan publik adalah, berikanlah pelayanan dengan sepenuh hati. Khusus puskesmas yang merupakan garda terdepan dalam pelayanan kesehatan, jika memang ada UGD, maka layanilah masyarakat yang membutuhkan kapan saja. Idealnya UGD harus berfungsi 24 jam. Kalau tak mau, tak usah saja puskesmas-nya pakai UGD, cukup melayani rawat jalan saja.
Mudah-mudahan video Bupati Epyardi Asda itu bisa menjadi bahan pelajaran sekaligus bahan evaluasi bagi puskesmas mana saja di negeri ini. Bukan cuma di Kabupaten Solok, tapi secara nasional. Sebab, harus diakui, pelayanan kesehatan baik di rumah sakit besar hingga puskesmas masih ada yang belum sesuai harapan. Banyak keluarga pasien yang tadinya sehat menjadi 'sakit' akibat pelayanan yang kurang maksimal. (*)