JAKARTA, Swapena -- PLN kembali memperoleh sertifikat penurunan emisi gas rumah kaca dari tiga pembangkit energi terbarukan. Sertifikat tersebut diserahkan secara virtual oleh Direktur Regional Asia Tenggara South Pole, Kat Khunikakorn kepada Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini, Senin( 11/01).
Sertifikat penurunan emisi yang diperoleh kali ini yakni sejumlah 1,2 juta ton CO2eq yang berasal dari PLTA Musi di Bengkulu serta PLTA Renun dan PLTA Sipansihaporas di Sumatera Utara. Dengan penambahan ini, secara total PLN telah memperoleh sertifikat penurunan emisi sejumlah 7,9 juta ton CO2eq.
Sebagian dari sertifikat penurunan emisi tersebut sudah terjual di pasar internasional. Tahun ini, PLN mulai membuka layanan pembelian sertifikat penurunan emisi bagi individu, organisasi, maupun perusahaan-perusahaan di Indonesia yang peduli akan lingkungan dan krisis iklim.
Sertifikat penurunan emisi ketiga PLTA ini diperoleh melalui mekanisme Verified Carbon Standard (VCS) yang merupakan standar kualitas yang paling banyak digunakan untuk memverifikasi dan menerbitkan sertifikat penurunan emisi sukarela.
Selain melalui mekanisme VCS, PLN juga mengembangkan program penurunan emisi gas rumah kaca melalui Clean Development Mechanism (CDM) yang merupakan salah satu mekanisme perdagangan karbon di bawah Perjanjian Protokol Kyoto. Program CDM PLN meliputi dua pembangkit listrik tenaga panas bumi, yaitu PLTP Kamojang dan PLTP Lahendong. Kedua pembangkit tersebut telah memperoleh sertifikat penurunan emisi sejumlah 309 ribu ton CO2eq.
Pembangunan pembangkit energi terbarukan membutuhkan investasi yang sangat besar. Oleh karena itu, adanya insentif dari penjualan sertifikat penurunan emisi membantu pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
“PLN memandang pendanaan karbon sebagai peluang untuk mendukung aspirasi energi bersih (Green Transformation) yang kami canangkan. Kami berpartisipasi baik dalam pasar karbon kepatuhan (compliance) maupun dalam pasar karbon sukarela dengan mengembangkan program-program penurunan emisi karbon melalui mekanisme CDM dan VCS,” tutur Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini.
Pembangkit listrik energi terbarukan memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Indonesia dari sumber energi yang bersih dan ramah lingkungan sehingga membantu target Pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca yang mengancam keseimbangan iklim bumi.
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris pada tahun 2016, dan berkomitmen untuk menurunkan 29 persen emisi gas rumah kaca pada tahun 2030. Salah satu strategi pemenuhan komitmen tersebut adalah dengan meningkatkan bauran energi baru dan terbarukan menjadi 23 persen pada tahun 2025.
Rencana Usaha Penyediaan Listrik (RUPTL) Tahun 2019 - 2028 menargetkan akselerasi pembangunan pembangkit listrik EBT yang akan menurunkan emisi sebesar 137 juta ton CO2eq selama kurun waktu sepuluh tahun, jika dibandingkan dengan skenario tanpa akselerasi penetrasi EBT.
Strategi transisi energi PLN telah mendapatkan rekognisi internasional. Tahun lalu, PLN berhasil menjadi perusahaan dengan peringkat teratas di Asia Selatan dan Tenggara sebagai perusahaan kunci yang akan menentukan kesuksesan tranformasi sistem energi dan dekarbonisasi, berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh World Benchmarking Alliance (WBA). (*)