KASUS Covid-19 di Sumatera Barat semakin liar dan mengkhawatirkan saja. Setiap hari terjadi pertambahan orang yang terkonfirmasi positif dalam hitungan dua digit. Sampai kemarin sore jumlah warga Sumbar yang dinyatakan positif sudah hampir 1.300 orang.
Fakta yang lebih mengerikan melihat angka kesembuhan lebih sedikit dibandingkan pertambahan yang positif. Fakta ini terlihat nyata sejak Hari Raya Idul Adha 1441 H pada 31 Juli 2020 lalu.
Ya, pertambahan yang begitu banyak itu terjadi sejak 31 Juli 2020. Saat itu jumlah pertambahan pasien positif Covid-19 mencapai angka 40 orang. Semenjak itu, pertambahan kasus positif tiap hari rata-rata dalam dua digit.
Sejumlah tempat pelayanan umum disebut sebagai klaster penyebaran virus berbahaya tersebut, termasuk bank dan pusat pelayanan kesehatan yang selalu ramai dikunjungi masyarakat setiap saat. Ini beda dengan sebelumnya, pasar yang disebut sebagai klaster penyebaran virus mematikan itu.
Para ahli menolak menyebut fakta ini sebagai gelombang kedua dari pandemi Covid-19, namun sebagian penduduk negeri ini menduga yang terjadi sekarang adalah gelombang kedua. Sebab, sebelum akhir Juli lalu pergerakan dan pertambahan pasien positif Covid-19 rata-rata satu digit setiap hari. Bahkan pernah nol. Tapi sejak 31 Juli 2020 itu angkanya meroket.
Setuju atau tidak, angka korban virus corona tersebut akan terus bertambah. Alasannya, hingga hari ini belum ada vaksin dan obatnya. Lebih dari itu, sebagian masyarakat tidak lagi peduli dengan protokol kesehatan. Mereka sudah menganggap situasi sudah normal. Normal dalam beraktifitas dan bepergian. Mau ke mana saja, tak ada halangan.
Lihatlah bandara kembali sibuk, mal, pusat-pusat perbelanjaan hingga pasar tradisional kembali seperti biasa. Pesta sudah digelar secara bebas tanpa protokol kesehatan. Para tamu dan penganten bersalaman bahkan ada yang berangkulan dan seterusnya.
Intinya, masyarakat tak hirau lagi dengan protokol kesehatan. Tak banyak yang mengenakan masker, bahkan pedagang makanan sekalipun. Masyarakat juga sudah biasa bersalam-salaman kembali. Tak ada kebiasaan cuci tangan di tempat-tempat umum, tak juga banyak yang peduli dengan jarak dan lain sebagainya. Banyak galon di depan kedai atau mini market yang dibiarkan kering dan lain sebagainya. Kalaupun ada air, sabun tidak ada dan seterusnya.
Selain itu, ada kelompok-kelompok tertentu yang menghembuskan kabar bohong dengan mengatakan pandemi Covid-19 hanyalah konspirasi dan akal-akalan. Sebagian di antara kita termakan akan isu demikian, sehingga bersikap masa bodoh saja lagi dengan yang namanya protokol kesehatan.
Lalu, apa yang harus dilakukan? Pemerintah harus mengevaluasi penerapan adaptasi kebiasaan baru yang tengah berlangsung. Kemudian membuat aturan atau regulasi sekaligus sanksi tegas terhadap yang melanggar.
Dengan cara demikian, masyarakat akan berpikir seribu kali lipat untuk melanggar aturan protokol kesehatan. Ingat masyarakat kita sudah terbiasa patuh jika ada petugas dan sanksi hukum yang berat.
Ya, sanksi tegas mesti diberlakukan terhadap siapa saja yang melanggar aturan dan protokol kesehatan. Tak cukup dengan hukuman psikologi seperti menyuruh menyapu jalan, taman dan sebagainya, tapi harus menerapkan denda besar seperti yang diberlakukan di negara lain
Selain itu, orang-orang yang baru datang dari zona merah diwajibkan melakukan tes swab di bandara sebagaimana dicontohkan Gubernur Irwan Prayitno. Setelah itu diwajibkan menjalani isolasi mandiri dengan pengawasan pemerintah terendah bersama tenaga kesehatan setempat. Ini penting, lantaran penyebaran Covid-19 saat ini banyak terjadi akibat perjalanan.
Dengan cara demikian, rantai penularan virus corona bisa diminimalisir di daerah ini sampai vaksin dan obat Covid-19 beredar luas di masyarakat. Semoga! (Sawir Pribadi)