DALAM beberapa hari terakhir, jumlah pasien positif Covid-19 kembali mengalami pertambahan. Walau pertambahannya tidak banyak, namun cukup menimbulkan kekhawatiran.
Di antara pangkal kekhawatiran itu, lantaran dari pertambahan pasien, terdapat kalangan pelajar. Bahkan kemarin, data yang dirilis pihak Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumatera Barat, pertambahan pasien positif terbanyak disumbang oleh kalangan pelajar.
Fakta dimaksud jelas menjadi kekhawatiran tersendiri bagi kita semua, terutama kalangan orang tua. Sebab, tahun ajaran 2020/2021 baru saja berjalan sekitar 10 hari, namun sudah menimbulkan korban.
Ada yang penting diketahui, para pelajar yang terpapar virus corona itu rata-rata berasal dari Kota Padang. Pemerintah daerah ini sudah memutuskan proses belajar mengajar dilangsungkan secara dalam jaringan (daring).
Dengan fakta itu pula, bisa diambil benang merah bahwa para pelajar tersebut terpapar virus corona bukanlah di sekolah. Lalu dari mana mereka tertular? Ini tentulah menjadi tanggung jawab tim gugus tugas untuk menelusuri riwayat setiap pelajar yang telah dinyatakan positif dimaksud.
Apakah ini ada hubungan dengan penerapan adaptasi tatanan kehidupan baru? Jawabnya bisa iya dan juga bisa tidak. Yang jelas, sejak masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diakhiri dan diganti dengan adaptasi kebiasaan baru ini, diakui atau tidak, kebanyakan di antara masyarakat sudah tak lagi mempedulikan protokol covid yang telah ditetapkan Kementerian Kesehatan, termasuk remaja dan kalangan pelajar.
Jika tida percaya, lihatlah di pasar, di kafe-kafe atau tempat ramai lainnya banyak anak muda yang tidak lagi mengenakan masker. Padahal masker adalah unsur sangat penting dalam melindungi diri semua orang. Melindungi diri sendiri dan juga melindungi orang banyak tentunya.
Itu baru satu item untuk perlindungan masyarakat. Belum lagi soal kebiasaan cuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer. Apakah di kafe-kafe, rumah makan, tempat-tempat perbelanjaan dan tempat umum lainnya masih menerapkan kebiasaan cuci tangan ini? Kemungkinan tidak semua!
Satu bal lagi, sebagian dari pelajar atau remaja yang sudah berbulan-bulan tak berjumpa sahabatnya, lantas mereka bertemu. Yang pertama sekali mereka bersalaman bahkan ada yang berpelukan. tak ada lagi jaga jarak aman. Ini adalah potensi bagi penularan virus corona atau Covid-19.
Lalu, apa yang harus dilakukan? Jawabnya, masa adaptasi kebiasaan baru ini juga perlu diawasi. Perlu ada aturan, semisal peraturan daerah (Perda). Manfaatkan Satpol PP untuk melakukan pengawasan di tempat-tempat keramaian dan tempat umum.
Ingat, watak sebagian masyarakat kita adalah patuh ketika ada yang mengawasi. Sekadar contoh, lihatlah dalam kewajiban menggunakan helm bagi pengendara sepeda motor. Di kawasan yang biasa diawasi polantas, mereka patuh menggunakan helm dan aturan berlalu lintas. Tapi coba lihat di kawasan yang tanpa pengawasan, mereka semaunya saja tanpa helm.
Itu adalah bukti watak sebagian masyarakat kita, yang patuh kalau ada petugas. Makanya untuk memutus rantai penyebaran Covid-19, perlu pula dilakukan pengawasan. Ingat, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia sudah melewati angka yang ada di 'kampung' corona tersebut.
Jika pengawasan sudah dilakukan, kita yakin tatanan kehidupan baru ini akan bisa dijalani dengan baik. Lebih dari itu, kasus corona akan bisa dinolkan. Semoga! (Sawir Pribadi)