Bambang PS Brodjonegoro |
PADANG - Proses untuk menemukan vaksin dan obat Covid-19 butuh waktu paling cepat satu tahun. Sebelum vaksin dan obat tersebut ditemukan, pemerintah daerah sudah harus mulai mensimulasi masyarakat dan merumuskan protokol untuk bagaimana hidup dengan Covid-19.
Menteri Riset dan Teknologi / Badan Riset dan Inovasi Indonesia (Menristek/BRIN), Prof. Bambang P.S Brodjonegoro dalam Weminar Nasional Universitas Andalas (Unand) yang digelar menggunakan aplikasi video conference Zoom, Jumat (15/5) mengatakan saat ini sejumlah pihak termasuk perguruan tinggi mulai aktif dalam pengembangan beberapa hal terkait penanggulangan Corona di Indonesia. Hal ini juga yang kemudian mendorong Kemenristek/BRIN melakukan pembentukan konsorsium riset dan inovasi Covid-19 untuk mendukung percepatan penanganan pandemi.
"Untuk menemukan vaksin butuh proses panjang dan memakan waktu yang cukup lama, seperti untuk uji klinis dan studi In-Vivo (percobaan pada hewan). Setidaknya paling cepat kita butuh waktu satu tahun ke depan untuk bisa menemukan vaksin yang sesuai untuk melumpuhkan Covid-19," katanya.
Walau begitu, kata menteri, melalui program konsorsium riset dan inovasi Covid 19 yang beranggotakan Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi, sejumlah lembaga, universitas ternama, BPOM hingga perusahaan medis, program ini sudah mulai melakukan pengembangan untuk alat kesehatan dan bahan baku obat. Salah satunya adalah ventilator, alat yang biasanya 90 persen import. "Selain itu juga mulai dikembangkan terapi plasma, menggunakan darah pasien sembuh, dan ini pengujiannya sedang berlangsung," paparnya.
Kemudian juga ada robot RAISA yang bisa mengurangi interaksi tenaga medis dan pasien. Robot inipun katanya juga sudah mulai melakukan screening data vital pasien. Lalu juga ada mobile laboratory, berupa kendaraan berisi perangkat laboratorium yang bisa menjangkau kawasan yang belum memiliki laboratorium.
Menteri Bambang juga mengatakan, dengan kondisi saat ini yang belum ditemukannya vaksin dan obat untuk Covid-19, ada dua hal perlu dilakukan, yaitu mencari suplemen yang mampu memperkuat daya tahan tubuh, kemudian menciptakan alat rapid test yang memiliki akurasi yang tepat dan waktu yang lebih singkat.
"Virus ini bukan hanya tentang penyakit, tapi juga berdampak sosial. Kita memang harus mulai merumuskan protokol seperti apa jika kita hidup dengan Covid-19. Yang jelas, tegas dan detail. Sehingga ekonomi bisa berjalan, dan pandemi ini tidak lagi membuat orang tidak melakukan apa-apa," katanya.
Pada weminar nasional yang dibuka Rektor Unand, Prof Yuliandri, hadir juga sebagai pembicara Plt Dirjen Dikti Kemendikbud, Prof. Nizam dan Gubernur Sumbar, Prof. Irwan Prayitno. Pada kesempatan itu, Prof. Nizam mengatakan bahwa saat ini 98 persen perguruan tinggi sudah mengaplikasikan perkuliahan secara daring (dalam jaringan). Sementara itu, gubernur menyampaikan apresiasinya untuk Kemenristek untuk riset dan inovasi yang sudah dilakukan, dan juga untuk Unand yang telah banyak membantu Sumbar dalam hal penanganan Covid-19. (wy)