SMSI Sumbar Dukung Dewan Pers, Stop Dulu Pembahasan RUU Sampai Pandemi Covid-19 Berakhir
PADANG - Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sumatera Barat mendukung pernyataan Dewan Pers, agar pemerintah bersama DPR menghentikan pembahasan RUU KUHP dan RUU Cipta Kerja.
Di tengah bangsa ini berperang melawan pandemi virus corona Covid 19, sejatinya kita fokus bersama sama menghadapinya.
Hal ini ditegaskan Ketua SMSI Sumbar Zulnadi, SH bersama Sekretaris Gusfen Khairul dalam siaran persnya, Senin 20 April 2020.
Dikatakan, SMSI Sumbar dengan anggotanya mendukung pernyataan Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh yang menolak dilanjutkan pembahasan RUU KUHP dan RUU Cipta Kerja oleh Pemerintah dan DPR.
"Di tengah negara dilanda bencana pandemi virus corona, covid 19, tidak elok pemerintah memaksakan sesuatu yang terkesan mencari peluang dalam kesempitan. Mari kita fokus melawan Virus Corona Covid 19," ujar Zulnadi, seraya melanjutkan mestinya seluruh menteri fokus membantu Presiden saat negara ditimpa bencana ini.
Dewan Pers dalam relisnya Sabtu 18 April 2020 meminta pemerintah dan DPR RI menunda pembahasan RUU KUHP dan RUU Cipta Kerja serta RUU lainnya, sampai negara dalam kondisi yang kondusif, yaitu sampai wabah pandemi Covid-19 ini berakhir.
"Terhadap sikap Dewan Pers ini, kita SMSI Provinsi Sumbar mendukung penuh agar DPR dan pemerintah stop dulu pembahasan kedua RUU ini," tukas Gusfen Khairul.
Dengan demikian, jika keadaan sudah kondusif, pandemi Covid-19 sudah berakhir, maka proses legislasi dapat berjalan secara layak, memadai dan memperoleh legitimasi. Saran dan masukan yang baik dari masyarakat sipil maupun komunitas pers dapat secara maksimal ditampung untuk kesempurnaan RUU tersebut.
Seperti diberitakan pers, Menkumham Yassona Laoly dengan Komisi III DPR dalam Rapat k
Kerja tanggal 4 April 2020 sepertinya sepakat melanjutkan pembahasan RUU KUHP dan RUU Cipta Kerja. Bahkan draftnya telah dikirim pemerintah ke DPR.
Adapun item RUU KUHP yang menjadi penolakan Dewan Pers berkaitan dengan pasal yang mempengaruhi kemerdekaan pers, yakni pasal 217- 220 (tindak pidana terhadap martabat presiden dan wakil presiden). Kemudian pasal 240 dan 241 tentang penghinaan terhadap pemerintah serta pasal 262 dan 263 mengenai penyiaran berita bohong.
Dewan Pers juga mempersoalkan pasal 281 tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan. Berikut pasal 304 sampai 306 yaitu tindak pidana terhadap agama. Selanjutnya pasal 353 dan 354 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara.
Masih dalam RUU KUHP yaitu pasal 440 yang berkaitan dengan pencemaran nama baik, sedangkan pasal 446 tentang pencemaran terhadap orang mati.
Pada RUU Cipta Kerja, Dewan Pers menyorot adanya upaya perubahan terhadap pasal 11 dan pasal 18 UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers. (rl)