Ilustrasi |
DETASEMEN Khusus ( Densus) 88 Antiteror Polri mengungkap bahwa kelompok teroris Negara Islam Indonesia (NII) di wilayah Sumatera Barat dengan jumlah anggota mencapai 1.125 anggota. Kepastian jumlah itu diketahui dari pernyataan belasan tersangka teroris kelompok NII yang ditangkap oleh polisi di Sumbar, beberapa waktu lalu.
Bagai disambar petir rasanya pernyataan itu. Betapa tidak, Sumatera Barat yang diketahui tenang, nyaman, cantik dan molek, ternyata menyimpan bibit teroris. Siapapun orang Sumbar, terutama orang Minangkabau jelas akan kaget luar biasa.
Ini adalah tamparan hebat bagi Sumbar. Di tengah suasana tenang, ada saja masalah besar yang harus dihadapi baik oleh pemerintah maupun seluruh masyarakat Sumatera Barat.
Ya, seluruh masyarakat Sumatera Barat pasti merasakan bahwa temuan dari Densus 88 Antiteror itu adalah pukulan yang maha sakit. Negeri yang dalam sejarah bangsa ini sebagai penyumbang tokoh-tokoh hebat, kemudian melahirkan orang-orang hebat pula sepanjang sejarah Indonesia, sekarang begini kejadiannya. Ada bara api di bawah sandi rumah gadang.
Gubernur Sumatera Barat sudah menyampaikan bahwa tidak ada akar sejarahnya NII hidup di Ranah Minang. Yang terdeteksi oleh Densus 88 itu bukanlah orang Sumatera Barat, melainkan pendatang. Ini bisa sebagai penawar sakit sedikit oleh masyarakat Sumbar, terutama suku Minangkabau. Walau demikian, dari pandangan orang di luar, jelas para terduga teroris itu ditangkap di wilayah Sumatera Barat. Stigma sudah tertanam di kepala sebagian orang bahwa di Sumbar banyak teroris, jika malas menggunakan istilah ‘sarang teroris’.
Lalu, apa yang harus dilakukan? Apakah kita akan menyuruk saja di dalam kain sarung? Tidak! Stigma yang sudah tertanam di kepala dan jiwa sebagian orang harus dilawan. Bagaimanapun, teroris tidak boleh hidup di Ranah Minang dan umumnya di Indonesia tentunya. Orang Minang adalah cinta damai, cinta NKRI dan pendiri bangsa.
Semua elemen di Sumatera Barat harus merapatkan barisan. Biarlah yang sudah tertangkap dan yang teridentifikasi sebagai teroris itu menjadi ranah penegak hukum. Jika memang terbukti, jelas akan menjalani hukuman. ‘Tangan mencincang, bahu memikul’ tentunya.
Langkah yang bisa ditempuh adalah mengantisipasi dampak-dampak selanjutnya. Sudah cukup rasanya kita berbasa-basi kepada siapapun yang datang ke negeri ini. Maka selanjutnya lakukan upaya ‘mencurigai’ pendatang. Saatnya masyarakat kembali menggiatkan siskamling dan menerapkan lapor 1x24 jam bagi pendatang di lingkungan RT atau dusun dan jorong.
Selain itu, tempat-tempat yang sering dijadikan sebagai lokasi pertemuan atau kumpul-kumpul perlu disilau oleh pemerintah terendah. Jika memang ada yang mencurigakan, segera saja lapor kepada pihak terkait. Mudah-mudahan dengan cara itu, bisa mengantisipasi mengalirnya teroris ke Ranah Minang ini. Semoga! (Sawir Pribadi)